Perjalanan ke Sumbar Agustus ini membuat saya lebih menghayati lirik lagu-lagu Minang yang dulu saya kenal di sekolah. Misalnya lagu Kampuang Nan Jauh Di Mato, liriknya:
“Kampuang nan jauh di mato, Gunuang sansai bakuliliang…”
Nah, sepanjang jalan dari Padang-Bukittinggi-Payakumbuh hingga ke Pekanbaru beneran tuh gunung-gunung bakuliliang alias berkeliling di sekitar kita. Di kanan-kiri pemandangannya bagus bener, dengan landscape cantik yang cocok banget buat backdrop foto.
Kalian pernah dengar lagu Ayam Deh Lapeh kan? Liriknya begini:
Luruihlah jalan Payakumbuah (Luruslah jalan Payakumbuh)
Babelok jalan Kayu Jati (Berbelok jalan Kayu Jati)
Dima hati indak kan rusuah (Dimana hati tidak kan gelisah)
Ayam den lapeh, ohoi… ayam den lapeh… (Ayam saya lepas)
Saya yakin banget, lirik lagu itu dibuat karena 99% jalanan di Sumatera Barat ini berkelok-kelok, sehingga begitu ada jalan lurus menuju Payakumbuh, langsung dibuat jadi lagu. Well, ini penyaluran hasil perenungan yang positif. Keren! 🙂
Cerita ini adalah lanjutan dari kisah saya sebelumnya, klik di sini untuk membacanya. Nah, satu bagian yang belum saya ceritakan adalah Lembah Harau, sekitar 45 menit perjalanan naik mobil dari kota Payakumbuh. Tempat ini indah sekali, dan punya kesan misterius di balik tebing-tebingnya. Begitu memasuki kawasan Lembah Harau yang dikelilingi gunung sansai ini, saya langsung membayangkan sebuah setting film silat Cina klasik dimana jagoannya berlari vertikal memanjat tebing dengan ilmu meringankan tubuh. Hehehe…
Di Lembah Harau ada beberapa air terjun dan kolam pemandian. Sayangnya waktu kami ke sana air terjunnya sedang kering, jadi debit airnya kecil banget. Saya langsung curiga, menurunnya debit air ini akibat penebangan hutan di atas bukit. Katanya, kalau kondisi normal dinding tebing ini dipenuhi air yang tercurah, sehingga kolam pemandiannya lebih luas dan melimpah, serta airnya tidak secoklat ini. Awalnya saya sempat ragu membiarkan anak-anak berenang di air coklat ini, tapi setelah saya lihat sekeliling, tampaknya warna coklat memang berasal dari bebatuan di tempat ini, so it is its natural color. Oke, maka berenanglah mereka dengan menyewa ban pelampung seharga 5000 rupiah.
Di pemandian inilah saya melihat orang-orang mandi dengan baju lengkap, cowok-cowok ABG mandi dengan celana panjang dan baju lengkap. Wow… mungkin ada aturan tak tertulis yang menyebutkan kalau mandi pakai baju lengkap bakal enteng jodoh, gitu ya? 🙂 Selain kolam pemandian, ada juga flying fox dengan lintasan yang cukup tinggi dan lintasan tali-temali yang tampaknya cukup menantang. Ada juga playground untuk anak balita, terdiri dari kereta berbentuk karakter lucu yang berputar-putar di atas rel gitu. Anak saya sempat minta naik kereta ini, tapi karena libur lebaran jadi antreannya panjang betul. Terpaksa saya bujuk dengan membelikannya es krim…eh, es puter dalam cone tepatnya.
Satu hal yang sangat saya sayangkan adalah banyaknya sampah yang bertebaran di sekitar Lembah Harau dan di berbagai tempat di Sumatera Barat. Lebih parah lagi, sebagian besar adalah sampah plastik bekas air mineral, soft drink atau sterofoam kemasan Popmie. Yup, saya sebut merk karena memang cup Popmie bekas tampak berserakan. Tak tahukah mereka kalau sampah plastik perlu 50-100 tahun agar bisa terurai, kaleng alumunium soft drink butuh waktu 80-100 tahun dan cup sterofoam bungkus Popmie itu sama sekali nggak bisa terurai dalam tanah. Sungguh merusak lingkungan dan mengganggu pemandangan!
Dari Lembah Harau, kami kembali ke Payakumbuh, kota yang pernah mendapatkan penghargaan Adipura (iya, bukan Kalpataru ya… *eh) tapi di banyak spot tetap saja banyak terlihat sampah plastik. Malah di sebuah spot bernama Bandrek House (keluar dari kota Payakumbuh ke arah Pekanbaru) sampah plastik dan sterofoam tampak menumpuk di lereng bukit pinggir jalan. Begitu pula di Kelok 9, jalan layang yang kini jadi spot foto banyak orang, di area parkirnya ya ampuuuun… jorok banget! Segala rupa sampah, kebanyakan pembungkus makanan, berserakan. Padahal beberapa orang tampak makan di tepi jalan itu lho! Kok nggak risih ya sama sampahnya?
Okay, cukup segitu ngomel soal sampahnya. Memang perlu pendekatan dari dua arah, dari atas pemimpin daerah harus menyediakan tempat sampah dan mengedukasi warganya, sementara dari bawah warga juga harus sadar diri menjaga kebersihan. Ini masalah di berbagai daerah di Indonesia, bukan hanya di Sumatera Barat. Cuma kemarin saya miris banget melihat indahnya alam Sumbar tercemar oleh sampah.
Usul saya, korporasi besar produsen air mineral dan produsen Popmie itu perlu diajak kerja sama menangani sampah yang dihasilkan kemasan produk mereka. Misalnya dengan menyediakan tempat sampah yang banyak di tempat-tempat ramai, disertai signage berisi ajakan untuk membuang sampah dan memilah sampah yang dibuang ke dalam kategori sampah organik, sampah plastik dan sisanya. Sampah plastik ini bisa didaur ulang, ajak juga perusahaan besar untuk bekerja sama dalam mendaur ulang sampah plastik. Soal daur ulang sampah plastik ini sudah terjadi secara ‘alami’ di berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan motif ekonomi. Banyak pemulung yang tergerak memungut sampah plastik lalu menjualnya ke pengepul, dan pengepul membawanya ke pusat-pusat peleburan sampah plastik. Saya yakin Pemprov Sumbar bisa melakukannya. Pertanyaan saya adalah apakah Pemprov Sumbar punya good will untuk membersihkan wilayahnya dan mengajak masyarakat untuk menjaga kebersihannya?
Meskipun banyak sampah, saya nggak kapok ke Sumbar, karena masih banyak spot yang belum saya kunjungi, misalnya:
▪ Pantai air manis (padang)
▪ Danau Singkarak
▪ Perkebunan Teh Kayu Aro
▪ Danau Kembar : danau Di Atas dan Danau Di Bawah
▪ Rumah Puisi Taufik Ismail
▪ Pande Sikek
▪ Danau Maninjau
▪ Rumah Buya Hamka
▪ Rumah Bung Hatta
▪ Taman Panorama Bukittinggi
▪ Istana Pagaruyung
▪ Talawi
▪ Museum Kereta Api
▪ Museum Gudang Ransoem
▪ Benteng Fort de Kock dan Taman Puti Bungsu
Jadi, mari kita menabung agar bisa lebih puas keliling Sumatera Barat, dan saya pastikan tidak berbarengan dengan libur lebaran, karena jalanan macet, tempat-tempat wisata penuh dan susah mencari menu sayur segar! Hehehe… beberapa hari selama di Sumbar setiap makan ketemunya lauk bersantan melulu, saya jadi rindu lalapan dan sayuran segar 🙂
Mei 31, 2017 pukul 9:54 am
Halo Mbak, apa kabar? Semoga baik. Mampir lagi, eh ngeliat foto yang ada sampahnya. Jadi malu ih. Itu nama daerahnya adalah “Panorama Selat Malaka” Jaman tahun 70-an dulu ada tempat duduk bulat di belokan tempat meninjau (dengan teropong) selat Malaka. April kemaren saya lewat, tapi malam. Gak liat sampahnya. Gelap soalnya. Mudah-mudahan pihak terkait tetap memelihara bersama warga. Pendatang aja bisa bertahan baik kok. Jauh lagi ti Sunda jeung luar negeri “Bandrek House”. Selain itu ada juga Restoran Natrabu di sebelah bawahnya. Sayang juga telah tutup.
Mei 31, 2017 pukul 8:33 pm
Halooooo… Iya, aku juga berharap dinas kebersihan atau siapapun, bersama dengan warga, bisa bareng-bareng mengatasi persoalan sampah ini. Soalnya sayang banget sungguh, alam Sumbar nan elok sayang banget kalau dinodai sampah, dan kebanyakan sampah plasti dan stiriofoam yang susah terurai itu…. semoga lekas bersih yah.
Ping-balik: Karupuak Di Lembah Harau & Aneka Jajanan Minang | About life on and off screen
Ping-balik: Sudut Tua Kota Padang | About life on and off screen
Ping-balik: Festival Langkisau: Pesona Pesisir Selatan Sumbar | About life on and off screen
Ping-balik: Teman Nyaman Perjalanan Keluarga | About life on and off screen
Ping-balik: Dicari: Dua Orang Buat Dibayarin Liburan Keliling Sumatera Barat | About life on and off screen
September 21, 2014 pukul 9:18 pm
Saya dari dulu pengen ke Sumatra Barat, tapi liat sampahnya kayak gitu jadi agak-agak mikir. Tetep akan pergi sih tentunya, tapi harus manage ekspektasi sih, supaya gak kecewa berat sama sampahnya. Sebetulnya kalau saya perhatikan semua orang yang komen di blog ini pada gak suka sampah, dan saya yakin banyak orang lainnya juga jengah liat sampah sebanyak itu. Tapi mungkin jumlah orang dengan kesadaran gak buang sampah sembarangan masih lebih banyak daripada mereka yang setidaknya nyimpen sampah sendiri sampe nemu tempat sampah. Barusan saya cari-cari twitternya Pemda Sumbar tapi sepertinya tidak ada. 😦
September 22, 2014 pukul 1:11 am
Ini ada kesempatan jalan-jalan ke Sumbar gratis, siapa tau berminat. Klik: https://swastikanohara.wordpress.com/2014/09/16/dicari-dua-orang-buat-dibayarin-liburan-keliling-sumatera-barat/
Agustus 28, 2014 pukul 1:54 pm
Gile, foto2nya bagus bingits. Jadi keinget pas berkunjung ke mari :’)
Agustus 28, 2014 pukul 1:57 pm
Aiiih… terima kasih 🙂
Agustus 20, 2014 pukul 2:16 pm
Suatu saat pengen menginjakkan kaki di bumi sumatera juga kak ^^ biru langitnya bikin mata ademm~~~ 😀
Agustus 20, 2014 pukul 2:33 pm
Oooh… adem banget. Di Sumbar mending mendongak aja terus, jangan menunduk. serius.
Agustus 20, 2014 pukul 3:02 pm
*noted kak* semoga cepet bisa main ke sumbar :))
Agustus 20, 2014 pukul 3:12 pm
Amiiiin!! Semoga segera! Dan semoga pas kamu kesana Sumbar udah lebih bersih dari sampah plastik.
Agustus 16, 2014 pukul 11:10 am
Reblogged this on lisnawatihesti0 and commented:
Love indonesia
Agustus 14, 2014 pukul 4:45 am
Dari kemaren2 baca postingan ttg sumbar…bikin makin penasaran mau kesana…keren abissss! Akubjd inget scene film ‘merantau’ pas si iko uwais masih culun….dia lagi latihan silat trus backgroundnya lembah harau ini kali ya? Keren lah pokoknya…baru jg liat di film and foto…huhuhu *makin kepengen*
Anyway wishlistnya banyak juga ya yg mau dikunjungi..:)))
Agustus 14, 2014 pukul 6:22 am
hehehe… Kalau wishlist Sumbar yg aku tulis itu lokasinya berdekatan kok. Asal jangan datang pas sekitar lebaran, biar gak macet. Ayo kapan ke Sumbar?
Agustus 13, 2014 pukul 9:21 pm
Kalo lagu Kampuang Nan Jauh di Mato tau dan familiar krn pernah nyanyiin. kalo ayam den lapeh ga tau hahaha….
Anyway interest ama outbound flying fox dsbnya yg ada disana. Tapi sedih lihat sampah yang berserakan gitu. Mengapa yah masyarakat kita sangat kurang sadar akan masalah kebersihan dan menjaga lingkungan 😦 seedih…
Agustus 14, 2014 pukul 6:20 am
Dua arah sih Van. Masyarakatnya emang masih suak buang sampah sembarangan dan di Sumbar ini Pemprov-nya juga nggak menyediakan tempat sampah di banyak spot ramai. Mana yg lebih dulu harus ada, tempat sampah atau kesadaran tidak buang sampah sembarangan?
Agustus 14, 2014 pukul 8:17 am
klo menurutku lebih dulu kesadaran sih… meski ga ada tempat sampah tapi kalo ada kesadaran sampahnya dibawa pulang atau dimasukin tas kayak di Jepang huehehe 😀
Agustus 14, 2014 pukul 10:09 pm
hehehe… gimana ya mengedukasi orang Indonesia biar bisa kayak gitu?
Agustus 18, 2014 pukul 9:37 pm
hahhaa sulit sih…
masalah mental bangsa… 😦
Agustus 19, 2014 pukul 8:44 am
Waduh… bakal perlu revolusi mental dong!
Agustus 13, 2014 pukul 11:24 am
bagus banget ya mbaaa… tp sayang ituh sampah bikin risih mata..
fotonya cakep2 euy 😀
Agustus 13, 2014 pukul 11:33 am
Thank you Eda. Iya nih, semoga posting ini dibaca pemprov Sumbar 🙂
Agustus 13, 2014 pukul 7:03 am
aduh, langsung mencelos pas liat botol, sampah plastik kayak jadi hal wajar gitu.. perdanya nggak turun tangan apa gimana, uni? 😦
Agustus 13, 2014 pukul 11:10 am
Saya nggak ngerti juga Perda-nya gimana. Coba seandainya saya bisa mengontak Pemprov Sumbar….
Agustus 13, 2014 pukul 12:34 am
wah, buliah awak panggia uni?
Agustus 13, 2014 pukul 11:10 am
Buliah tentu… 😀
Agustus 13, 2014 pukul 12:17 pm
hehhe, dapek uni ciek lai 😆
Agustus 13, 2014 pukul 4:21 pm
😀
Agustus 12, 2014 pukul 2:51 pm
Grrhhh sampahnya ngerih banget. Yang ngeliat apa gak keganggu ya. Heran deh.
Aku juga pengen lagi mba ke SUmbar, terakhir kesini 10 tahun lalu dan udah pasti beda banget ama sekrang ya. Sumbar emang cakep banget 🙂
Agustus 12, 2014 pukul 3:13 pm
Gimana, dari foto2nya apa aja yang berubah di Sumbar sejak 10 tahun lalu? 😀
Agustus 12, 2014 pukul 3:16 pm
sampah itu iya banget mba trus kelok itu dulu belon serame yang sekarang (aku liat beberapa juga di IG orang lain) katanya udah banyak warung2. Dulu mah sepiii banget. Lembah Harau aku belon kesana mba, pengen banget
Agustus 12, 2014 pukul 3:30 pm
Jadi sejak 10 tahun lalu pun ceceran sampahnya sama? Ck ck ck….
Kelok 9 ini jalan layangnya baru jadi dan beroperasi setahun terakhir katanya, jd mmg baru2 aja ramai 🙂
Agustus 12, 2014 pukul 3:32 pm
ehh sorry mba, maksutnya kalo sampah belon segitu banyaknya mba. salah tulis. CUman emang ada. Aku lupa ada satu tempat di dekat Bukit TInggi yang bisa ngeliat pemandangan kota2 sekitaran Bukit Tinggi. Lupa nama tempatnya. Dulu juga tempat itu lumayan kotor 😦
Agustus 12, 2014 pukul 3:34 pm
Ooooh… hehehehe…. Nah itu dia, soal Bukittinggi sayang banget kemarin kurang puas jalan2nya soalnya keburu malam karena macet. Beneran mental note: jangan ke Sumbar saat lebaran 🙂
Agustus 12, 2014 pukul 3:39 pm
dan kayaknya harus lama kalo ke Sumbar kan mba, terlalu banyak tempat bagus. Aku 3 kali kesana dan masih aja masih terlalu banyak tempat yang harus didatangi. Lebaran emang waktunya dirumah aja haha, kalau keluar udah pasti rame dimana2.
Agustus 12, 2014 pukul 3:47 pm
Setuju 1000% tuh! Jadi enaknya meluangkan waktu berapa lama kalau ke Sumbar ya? 10 hari cukup?
Agustus 12, 2014 pukul 3:50 pm
kurang mba, sebulan kali ya hehe. Ingat ada Mentawai, Siberut dan pulau2 kece lainnya. Belon lagi mesti ngeliat pacu jawi antara maret-april. Danau aja ada beberapa yang mesti didatangi trus mesti liat bekas tambang batubara dan kota tua Sawahlunto dan entahlah masih banyak lagi. Langsung bingung nyari duit dan cuti haha
Agustus 12, 2014 pukul 4:07 pm
OIYA ADA MENTAWAI!!! Bener banget Non… belum lagi Cubadak ya… Waduuuuuh!!
Tapi aku lagi pengin ke Indonesia timur… jadi kapan dong ke Sumbar lagi? *sobek2kalender
Agustus 12, 2014 pukul 4:13 pm
gak ada abis2nya ya mba. Dulu aku pengen pindah ke Sby maksutnya salah satunya supaya bisa lebih “murah” explore indonesia Timur, ternyata masih aja gak bisa haha. Terbentur duit dan waktu
Agustus 12, 2014 pukul 4:33 pm
Tapi dari Surabaya udah deket kalau mau ke NTB & NTT. Ke sekitar Sumba dan Flores aja dulu. Ya gak?
(gue ngusulin doang mah enak bener…. hihihihi)
Agustus 12, 2014 pukul 4:46 pm
NTB dan NTT udah mba tapi juga belon semuanya huhu. Aku sebelum pindah kemaren pengen banget ke pulau Kei dan Alor ehh gak taunya operasi dan duitnya kepake deh. Emang belon jodoh. Harus ngintilin mba Tika nih kayaknya hahaha
Agustus 12, 2014 pukul 4:47 pm
Hahaha… Hayuk! kami mmg ada rencana shooting video profile daerah di Alor, semoga terlaksana di bulan september ini. Mau mbonceng?
Agustus 12, 2014 pukul 1:55 pm
Udah saatnya produsen mie instant & botol minuman jg ikut bertanggung jawab, jgn cmn ngambil untungnya aja! Kesel bgt ngeliat sampah dimana2, otak orang2 jg pd di dengkul sih !
Agustus 12, 2014 pukul 2:29 pm
Nah itu ide bagus banget! Apa yg bisa dilakukan produsen minuman & mie instan ya? Menyediakan tempat2 sampah? Membuat poster2 edukatif? Atau bikin sistem ‘balikin 10 kemasan kosong ke toko bisa ditukar produk tertentu’ gitu?
Agustus 12, 2014 pukul 4:11 pm
Bener bgt Tik, apapun program yg menggiurkan utk orang2, which is yg ujung2nya duit, 10 plastik mie dituker dpt duit. Pemulung pun bakal rajin bersihin pantai yg plastik mie nya bejibun…sedih yah meratiin issue yg dr jaman jebot udah ada tp ga pernah ada solusi
Agustus 12, 2014 pukul 4:44 pm
Sebenernya kurang lebih begitulah pemulung mencari uang. Cuma bedanya kalau di sekitar kota2 besar di Jawa udah banyak pengumpulnya, yaitu orang2 yg beli ‘sampah’ plastik dari pemulung. Jadi yang mulung juga semangat krn ‘sampah’ plastik punya nilai ekonomis. Apalagi kalau botol air kemasan yg masih kondisi bagus, semacam sekali pakai-buang, dihargai lbh mahal utk dilebur dan diolah jadi biji plastik.
Nah, produsen mie atau air kemasan itu mestinya bisa bikin semacam gudang pengumpul ya?
Agustus 12, 2014 pukul 1:40 pm
Bagus banget pemandangannya, sayang saya belum pernah ke daerah Sumbar. Klo soal sampah, ternyata ngga dimana mana ya.
Ngga dimana2 juga ya tempat wisata macet n penuh. 🙂
Agustus 12, 2014 pukul 2:28 pm
Hehehe.. Di Nabire tuh tempat wisatanya nggak pakai macet meskipun saat lebaran. Pengin ke Sumbar?
Agustus 12, 2014 pukul 8:28 pm
mau bangetttt … tapi cari tiket murah tuk kesana belum dapat2 … hehehehe 😀
Agustus 12, 2014 pukul 10:09 pm
Citilink tuh yg promonya murah bingits… hehehe….
Agustus 12, 2014 pukul 10:18 am
duuhh kesel banget liat foto itu, emang masih banyak yang belum punya kesadaran buang sampah di tempat sampah atau paling gak disimpen dulu sampahnya baru kalo nemu tempat sampah dibuang.
Aku cinta banget sama Sumbar mba, dulu pernah kesana tahun 2010 pengen kesana lagi belom ada waktu. Pengen ke sawahlunto sama pulau pagang
Agustus 12, 2014 pukul 12:54 pm
Iya, I feel you! Aku juga jatuh cinta sama alam dan budaya Sumbar. Cuma soal sampah ini mengganggu banget, lahir batin. Padahal kata temanku yg orang Padang, dulu jauh lebih bersih.
Mungkin krn sekarang air mineral dan pop mie murah dan mudah di dapat?
Agustus 12, 2014 pukul 8:49 am
Aku juga dngar cerita ke indahan sumatra juga dari suami yg tinggal lama di pekanbaru semasa kecil, soal sampah disana sudah biasa yang luar biasa soal asap pembakaran hutan.
Emang sumatra juara makanan santan setiap emak mertua berkunjung ke sumatra tak lupa aku nitip jengkok disambelin buatan kakak sepupu yg orang padang asli, amboy mantap nian…
Agustus 12, 2014 pukul 1:04 pm
Nah itu dia, soal sampah jangan lagi dianggap sudah biasa. Menurutku jaman udah berubah. Dulu saat kita membungkus makanan pakai daun pisang, klo bungkusnya dibuang di kebun, akan terurai. Tapi kini makanan dan minuman semua bungkusnya plastik, jadi merusak lingkungan dan mengganggu pemandangan banget. Ya nggak?
Agustus 12, 2014 pukul 10:37 pm
Iya juga tik, tapi kadang capek ati jelas – jelas ada tempat sampah eh buangya ngak di dalamnya namun malah di sebelahnya aneh kan.., kita pungut buat di buang di tempatnya malah di bilang sooook coba gimana ..?
walaupun hanya menatap tanpa dia berkata aku ngarti apa yang ada di pikiran dia..