Di sini siapa yang belum pernah ke rumah makan Padang? Pasti sudah pernah makan masakan Padang ya… Gimana rasanya? Enak? Ternyata masakan Padang itu lebih dari sekedar enak dan ragamnya jauh lebih banyak dari yang terhidang di berbagai RM Padang di kota-kota besar. Di tanah Minang, setiap daerah punya masakan khas. Sementara kata ‘Padang’ sesungguhnya lebih merujuk pada kota Padang, ibu kota provinsi Sumatera Barat. Eh, jadi yang bener sebutannya masakan Padang, atau masakan Minang?
Mari temukan jawabannya dengan berkelana ke tanah Minang!
Selama tiga hari saya dan teman-teman berkelana ke empat kota besar di Minang, mencicipi kekayaan kuliner di setiap tempat. Baru kali ini saya jatuh cinta berkali-kali dalam tiga hari!
Hari ke-1, Padangpanjang-Payakumbuh
Bopet Gumarang, mencoba ampiang dadiah, ketan pokat, ketan srikaya, teh & kopi talua
Makan siang sate Mak Sukur yang otentik
Blusukan pasar Padangpanjang, mencoba paragade jaguang, pisang kapik, serabi, dan aneka jajanan pasar
Minum kopi kawa daun di Kiniko, juga ada kopi daun murbei
Marandang alias belajar membuat rendang di rumah Uni Emi
Makan baselo jo basimpuh
Hari ke-2, Payakumbuh-Bukittinggi
Bofet Sianok di depan Pasar Ibuih. favoritku: nasi goreng!
Melihat pemandangan Lembah Harau, cicip karupuak l
Sentra pembuatan rendang talua Riry dengan metode klasik otentik
Makan siang di RM Pongek Or Situjuah, specialty: pangek nila dan cubadak, cencang kambing, sambal gandaria dan ketan sarikayo juara dunia
Makan malam di RM dan Restoran Family Benteng, specialty: ayam pop
Mencicip martabak kubang dan sate dangung-dangung.
Hari ke-3, Bukittinggi-Padang
Pical Sikai, lalu ke Pasar Atas, Pasar Lereng, mencoba Sate Piaman Mak Apan, pensi
Nasi Kapau Uni Cah, specialty: tambusu, randang ayam, ikan rayo talua
Bika Talago istimewa, dipanggang dengan metode klasik pakai kuali tumpuk dan kayu api
Makan siang menu Minang peranakan di RM Pagi Sore, specialy: gule kepala ikan, ayam goreng kampung, ikan asap kuah tauco, kacang putih, terimbang jengkol
Es cindua durian alias es durian ala Minang
Beli oleh-oleh di Shirley, specialty: keripik sinjay
Silakan dibayangkan seperti apa nikmatnya tiga hari perjalanan kami, asal jangan dibayangkan bentuk lingkar pinggang kami sepulangnya dari perjalanan ini 🙂
Okay, mari kita telisik lebih jauh perjalanan yang menggoyang lidah ini. Di hari pertama, jam tanggung, artinya antara pagi dan siang hari, perhentian pertama kami adalah di Restoran Gumarang di kota Padangpanjang. Uniknya, Gumarang juga membuka rumah makan persis di sebelah bangunan restorannya. Lha, apa bedanya restoran dan rumah makan?
Kalau di Minang, ternyata ada pengertian yang berbeda antara restoran dan rumah makan. Restoran menyajikan makanan yang baru disiapkan atau dimasak setelah di pesan, jadi menunya berupa hidangan yang cepat dimasak misalnya di restoran Gumarang ada nasi goreng, mie goreng, mie rebus, mie tahu, martabak mesir, gado-gado, es kampiun, sari kayo ketan, amping dadih, dan pokat ketan.
Teman saya Rere sampai jatuh cinta setengah mati sama pokat ketan di sini! Kata Rere, rasanya itu bak makanan surgawi… Menurut saya enak juga, tapi ketan tanak disiram alpukat diblender ini belum membuat saya jatuh cinta.
Sementara rumah makan menghidangkan nasi dan aneka lauk yang sudah matang, disajikan dengan display piring-piring bertumpuk di etalase gitu. Pembeli boleh pesan per-porsi dan tinggal tunjuk lauknya, atau beragam lauk dihidangkan di meja bersama nasi putih. Kebayang kan?
Kalau ditanya, makanan apa yang membuat saya jatuh cinta di hari pertama ini, saya mesti berpikir keras karena terjadi persaingan ketat antara sate darek ala Padangpanjang di bofet Mak Syukur dan Randang Kayu Uni Emi dalam memperebutkan cinta saya. Hmmm… pilih mana ya? Mbak Eny jelas tertambat hatinya pada sate Mak Syukur ini. Memang daging satenya lembut, kuahnya kuning, kental dan gurih, dengan taburan bawang merah goreng, sungguh josss…
Tapi rupanya hati saya sudah terkena magnet Randang Kayu Uni Emi, tak bisa pindah ke lain piring! Randang kayu ini adalah makan malam kita di kota Payakumbuh. Rupanya, kata ‘rendang’ yang sudah mendunia dan pernah dinobatkan The Guardian sebagai one of the most delicious food in the world ini berasal dari kata ‘merandang’ yaitu proses mengaduk campuran daging, bumbu rempah, santan kelapa dan lain-lain di atas wajan selama beberapa jam hingga santannya terkaramelisasi (caramelized) dan menjadi kering. Rendang kering ini bisa disimpan sampai sebulan di wadah tertutup, cocok buat bekal pergi haji 🙂
Saya pernah ketemu rumah makan Padang (di Jakarta) yang menyajikan rendang basah, santannya masih berkuah cair. Ternyata, kata Uni Emi, kalau santannya masih basah dan sedikit berkuah, itu belum sah disebuh rendang! Meskipun sudah masak dan bisa dimakan, tapi disebutnya kalio. Menurut saya sih, dasarnya bumbunya enak, baru di tahap kalio juga enak dimakan… hehehehe…
Kenapa disebut rendang kayu? Saya kira beneran ada potongan kayu yang dimasak rendang. Bukan itu. Ternyata disebut rendang kayu karena memakai daun kayu sebagai bumbu khas. Apa saja yang bisa direndang? Daging sapi, kambing, ayam, telur, cubadak, paru, daun singkong, daun pakis, bahkan ketan hitam!
Uni Emi adalah tokoh rendang terkemuka dari Payakumbuh yang sudah menjadi konsultan para juru masak dan peneliti rendang. Beruntung sekali kami bisa makan basilo di rumah beliau dengan hidangan yang nikmatnya akan terkenang tujuh turunan.
Lalu, adakah rumah makan Padang di kota Padang? Hahahaha… Coba tebak… Jawaban yang benar (silakan tulis di kolom komentar) akan saya kasih hadiah tas cantik! Memang tas cewek, tapi cowok juga boleh jawab, nanti kasih buat pacarnya aja. Eits, sesama peserta SunCo Trip Minang gak boleh ikut jawab yaaa… Terima kash lho SunCo yang sudah mengajak kami semua mengenal lebih jauh kuliner Minang. Dan jangan sedih, masih akan ada artikel berikutnya tentang Simbok Venus yang jatuh cinta pada… ah, nanti aja deh!
Ping-balik: Rumah Makan Padang – Della Gallery
Februari 12, 2019 pukul 11:17 pm
Aduu…udah lah ah…Luaperrr nih perut :D. Mana jauh lagi ck ck ck…
Februari 13, 2019 pukul 11:04 am
hahaha… makan lah yaa…
Februari 17, 2019 pukul 2:29 am
Tar pulang kampung ah. Sedia budget buat muakan he he he…
Februari 17, 2019 pukul 10:30 am
nah ini baru MANTAP!!!
Desember 16, 2018 pukul 7:49 pm
Pokat ketan, ampiang dadiah oooiiii….kirimkanlah kasikoo…:D
Desember 17, 2018 pukul 12:12 pm
hahaha… lamak nian!!
Desember 17, 2018 pukul 12:14 pm
😀
November 30, 2018 pukul 12:53 pm
ah mantap juga nih
Desember 17, 2018 pukul 12:15 pm
Coba lah Bang kesana…
Ping-balik: Apa Beda Nasi Kapau Dan Nasi Padang? | BLOG Swastika Nohara
Ping-balik: Makan Makanan Padang Di Padang (Sebuah Cita-Cita) | Life Is Never Flat
Desember 11, 2016 pukul 10:12 am
wah … minuman yang dimasukkan di bambu itu apaan ya mbak ???? kok unik nampaknya
Desember 14, 2016 pukul 11:30 am
Itu ENAK BANGET! Serius. Sebentar namanya malah aku lupa… aku ingat2 dulu yaaa
Ping-balik: Pical Sikai Bukittinggi: Pecel Jawa Ala Minang | About life on and off screen
Ping-balik: Ketan Srikaya Paling Enak Sedunia | About life on and off screen
Ping-balik: Pical Sikai Bukittinggi: Pecel Jawa Ala Minang | About life on and off screen
Juni 14, 2016 pukul 10:12 am
RM Padang di Padang? gak da…. yang ada Kedai Nasi Ampera, Rumah Makan #Gak ada embel2 Padangx, Restoran…
Ping-balik: Nikmatnya Makan Baselo Di Payakumbuh | About life on and off screen
Mei 30, 2016 pukul 5:19 am
hayyah… kirain tadi ulasan perjalanan mbak sabai nyari warung makan ternyata malah makanan semuanya.. dan ini shubuh di aceh malah tambah bikin lapeeeer.. kerang pula lagi huhuhu my favorite food
Mei 30, 2016 pukul 1:29 pm
Hahaha… Gimana, jam segini tentu sudah makan siang dong? Makan apa tadi? Pakai rendang? 😀
Mei 31, 2016 pukul 2:28 am
gulai tunjang kak :))
Mei 31, 2016 pukul 8:51 am
Nah, khusus yg satu ini aku belum nemu di mana enaknya. Pernah nyoba, cuma buatku terasa anek, berlemak banget, nggak ketelan. Apa aku yg aneh ya?
Juni 4, 2016 pukul 12:11 pm
hahaha bisa jadi sih.. 😀
tapi paling enak itu justru bukan yang di rumah makan sederhana yang tidak sederhana itu kak 😀
Juni 4, 2016 pukul 4:01 pm
IYA BANGET!! Sederhana cuma namanya, harganya sih jauh dari sederhana. Jadi gule tunjang yg enak di mana dong?
Juni 6, 2016 pukul 2:52 pm
tempat favorite dulu pas kuliah di jakarta, ada di pasar kaget kalibata, jalan rawajati timur 😀
Juni 6, 2016 pukul 6:56 pm
Waaah… Dulu kuliahnya di Kalibata ya 🙂
Juni 7, 2016 pukul 2:45 am
hooh.. pas di belakang mall kalibata kak 😀
Juni 7, 2016 pukul 5:32 am
Wah jangan-jangan dulu rajin nge-mall 😀
Mei 28, 2016 pukul 11:45 pm
Astagaaahhhh … mana tahannnn … 3 hari makan masakan Padang terusss … ❤ ❤ ❤
Jd pengen nyobain rendangnyaaaa :9
Mei 30, 2016 pukul 1:28 pm
Tiga hari makan padang terus dari pagi, siang, sore, malam. Kebayang? 😀
Mei 28, 2016 pukul 9:58 am
Waaaahhh enaaak… Uni Emi buka rumah makan ajaaaa… itu sunco bisa dipakai berapa kali penggorengan kaaa? kayaknya bening bangeeeettt…
Mei 30, 2016 pukul 1:25 pm
Iya, bening karena pakai kelapa sawit segar langsung diproses dlm 24 jam. Saya sih biasanya di rumah pakai sampai 2x goreng yaa… Kalau kamu?
Ping-balik: Berburu Rendang ke Ranah Minang | Cerita Soal Makanan Dari yang Enak Sampe yang Enak Banget
Mei 28, 2016 pukul 1:59 am
Jadi apakah Rendang Kayu mu sudah habis? Atau masih tersisa untuk dicemil dengan nasi panas?
Mei 28, 2016 pukul 9:54 am
langsung habis dong dalam tempo satu hari saja dikeroyok bareng anak-anak! ehehehehe…
Mei 27, 2016 pukul 8:29 am
Wah…. Ada Pensi! — Makanya enak, tapi selesai makannya nggak enak, sebab tangan rada bau amis. hehehe , tapi tetap cemilan yang bikin nagih. 😀
Pas di Bofet Gumarang sempat nyoba bubur kampiun nggak mbok???
Setahu aku klo di Sumatra Barat itu, RM terbagi dua, nasi Ampera dan Rumah makan. udah gituh doang…
Mei 27, 2016 pukul 3:57 pm
Oooh pensi itu termasuk cemilan? Aku makan pensi pakai nasi anget… enak juga! Nasi Ampera?
Mei 28, 2016 pukul 5:13 pm
Wah serius pake nasi mbok??? enak juga sih sebagai penganti lauk. iya buat cemilan… dulu suka beli di pasar padang panjang, sebungkus plastik kecil Rp 2000,- .
Nasi Ampera , maksudnya rumah makan Ampera mbok. — kebiasaan klo di Padang suka bilang :” Beli nasi Ampera aja?” — artinya beli nasi di RM Ampera aja. gituh… heheh
Mei 30, 2016 pukul 1:27 pm
Iya, pakai nasi, buat lauk… Nasinya anget mengepul, enaaak! Oh, gitu ya, nasi Ampera. Aku baru tau. Thanks ilmu barunya 🙂
Mei 26, 2016 pukul 9:45 pm
aku jatuh cinta pada apa sih, Nyah? hahahahahha
Mei 27, 2016 pukul 3:56 pm
Ada deeeh… hahaha… tunggu di artikel berikutnya dong!
Mei 26, 2016 pukul 9:07 pm
Ada kok rumah makan Padang di kota Padang 🙂
Saya sebetulnya nggak suka masakan Minang. Karena masakan Minang itu pedas-pedas, padahal saya nggak demen masakan yang pedas. Apalagi rendang, buat saya itu cuman makanan berkuah yang kuahnya bikin nangis meler kepedesan.
Tapi saya terkejut baca di sini bahwa rendang bisa dikeringkan. Dan tahan sebulan? Nggak bau?
Mungkin referensi kuliner saya mesti diperluas daripada sekedar RM Sederhana.
Terima kasih sudah menulis kunjungan ke ranah Minang ini ya, Mbak Sabai. Sepertinya kita akan ketemu besok di Ibis 🙂
Mei 27, 2016 pukul 3:55 pm
Hai Vicky! Iya, rendang yang sesungguhnya justru dimasak sampai kering 🙂 WAH SAMPE KETEMU DI IBIS JEMURSARI!
Mei 26, 2016 pukul 8:03 pm
OMG bayangin makan randang kayu sama nasi anget….pasti enak baget dan abis sebakul T_T
Mei 27, 2016 pukul 3:54 pm
ENAK BANGET LAHIR BATIN!!!
Mei 26, 2016 pukul 1:39 pm
ya ampuuunnn *lap iler*
Mei 27, 2016 pukul 3:54 pm
iya Fey? *sodorintissue
Mei 26, 2016 pukul 12:37 pm
Jadi pulang #SuncoTripMinang lingkar pinggangmu nambah berapa inci hahahah *ketawa jumawa*
Aku iri-seiri-irinya karena tahun lalu harusnya kita kulineran bareng, batal karena asap hih! Tapi aku gak mau berlarut2 dalam kedengkian dan iri hati, lebih baik kucari tau jawabnya tentang pertanyaanmu.
Sesungguhnya di Padang indak ado RM Padang, yang ada hanyalah rumah makan sajo dan ampera.
Kan kata Enno Lerian “mau makan di restoran… Paaadang! Bukan berarti harus ke Paaaadang!” *kemudian nyanyik*
Ya kan? Ya kan?
OK abis ini aku kirim alamat pengiriman tas cantiknyaaa
Mei 26, 2016 pukul 12:42 pm
Hahaha… usahamu luar biasa sekali Kak Eno!
Lingkar pinggangku sempat naik 3 cm, tapi berkat rutin suryanamaskar selama 30 menit setiap hari, maka hari ini lingkar pinggang sudah resmi kembali normal. YAAAAYYY!!! Ada ucapan selamat di sini? 😀
Mei 26, 2016 pukul 12:59 pm
Aku malah penasaran bisa gak #MenujuLangsing kalo aku ke Sumbar yaaaa
Mei 27, 2016 pukul 3:54 pm
hahaha… cobain yuk? Kita #menujulangsing sambil jalan kulineran di Sumbar seminggu, gimana?
Mei 26, 2016 pukul 10:31 am
Nggak ada mbak 😀
Buset itu yang alpukat sama rendang favorit gue tuh haha jadi laper
Mei 26, 2016 pukul 11:51 am
Hahaha… kalau laper, segeralah cari RM Minang terdekat. Ada RM apa terdekat?
Mei 26, 2016 pukul 9:08 am
Gak ada mbak. Tapi ada restoran waralaba (yang terkenal) mencantumkan tulisan ‘Masakan Padang’ di papannya. :))
Mei 26, 2016 pukul 11:51 am
Hahaha… jawaban nggak salah2 amat tapi masih kurang tepat!
Mei 26, 2016 pukul 12:02 pm
Kalau rumah makan Padangnya sih ada, tapi namanya bukan RM Padang. *usaha terus*
Mei 26, 2016 pukul 12:09 pm
Chik… masih belum kena Chik. Sebagai pencipta hestek #Padang, aku meragukan kepadanganmu :))
Mei 26, 2016 pukul 12:12 pm
Aku kan lahir dan besar di Jakarta :))))
Mei 26, 2016 pukul 12:18 pm
oiya yaaa…
Mei 26, 2016 pukul 8:23 am
Gak ada
Mei 26, 2016 pukul 11:52 am
Wah, sayang sekali jawabannya masih belum kena 🙂
Mei 26, 2016 pukul 8:07 am
Makanan yang ada dalam foto-foto ini nyaris membuat saya pingsan karena kangen kampung. Hahaha .. pagi-pagi sudah hiperbola. Tapi benaran Mbak Tika, masakan Minang yang dinikmati di tempat aslinya rasanya beda dengan masakan Minang yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Kalau masakan minang asli yang menonjol rasa asin nya sementara yang di kota sudah tercemar pemanis 😂😂
Mei 26, 2016 pukul 11:53 am
masakan Minang yang dinikmati di tempat aslinya — INI BENER BANGET! Aku gak tau sekarang di Jakarta apakah masih bisa menikmati makan dengan maksimal di Pagi Sore ya?… *menerawang
Mei 26, 2016 pukul 11:53 am
Btw, apa masakan Minang favoritmu?