BLOG Swastika Nohara

Life is the coffee, while jobs, money and position in society are the cups. They are just tools to hold and contain life, and do not change the quality of life.

Membuat Sequence Film Dokumenter

6 Komentar

Sebuah film terdiri dari serangkaian adegan yang disusun sedemikian rupa sehingga mampu menuturkan cerita dengan menarik bagi penontonnya. Prinsip dasar ini berlaku untuk film fiksi naratif (yang banyak kita tonton di bioskop), maupun film dokumenter(yang sekarang semakin mudah kita akses melalui berbagai platform streaming). Kedua jenis film tersebut perlu rangkaian adegan yang layak agar mayoritas penonton dapat mengikuti dan menikmati ceritanya.

Sekarang mari kita bahas spesifik untuk film dokumenter. Tulisan ini ditujukan untuk filmmaker pemula.

Sebuah film terdiri dari rangkaian adegan yang disusun sedemikian rupa untuk menuturkan cerita. Rangkaian adegan ini lazim disebut sequence. Membuat sequence yang bertutur dengan lancar menjadi sangat penting agar film kita menarik untuk ditonton.

Shot, Scene & Sequence

Gampangnya begini: Sebuah scene (adegan) terdiri dari beberapa shots (gambar). Sementara sebuah sequence terdiri dari serangkaian scenes (adegan). Nah, serangkaian sequence itulah yang akan membentuk film.

Contohnya: Saat membuat film dokumenter tentang Soni penjual biji kopi, maka salah satu sequence penting adalah saat Soni menyiapkan biji kopi yang hendak dia jual ke beberapa kedai kopi yang setia berlangganan kepadanya. Biji kopi Soni tentu istimewa, atau setidaknya punya kelebihan penting, sehingga banyak kedai kopi ternama berlangganan kepadanya.

Nah, sequence Soni menyiapkan biji kopi untuk dijual ini menjadi sangat penting, dan menarik. Sequence ini mungkin akan terdiri dari adegan saat Soni memilih biji kopi, lalu adegan Soni roasting biji kopi, lalu adegan Soni menimbang dan mengemas biji kopi. Tentu saja rangkaian adegan bisa dibuat lengkap dan berurutan, atau tidak, sesuai dengan cerita yang hendak disampaikan pembuat film.

Salah satu prinsip utama dari film dokumenter adalah truthfulness, dimana pembuat film memfilmkan kejadian dan pelakunya dengan apa adanya, sedekat mungkin dengan kenyataan. Nah, pada saat memfilmkan, penting diingat kamu mengambil gambar seluruh adegan yang penting, yang perlu diketahui penonton. Pastikan kamu punya materi yang cukup untuk di edit nantinya. Hal ini bisa dicapai dengan bantuan shot list (daftar gambar yang hendak diambil) atau bila perlu: storyboard.

Penting diingat: ambillah gambar dalam durasi yang cukup untuk diedit. Sebagai panduan umum, setidaknya rekamlah selama minimal 10 detik untuk gambar diam. Perlu lebihkan merekam 5 detik sebelum dan sesudah sebuah kegiatan, atau wawancara, atau obrolan santai. Hal ini akan diperlukan saat editing.

Filmmaking Basics: The Sequence

  1. Move in: start with a long shot or extreme long shot to set the scene, then move closer.
  2. Move out: start with closeups, then gradually use wider shots to reveal where the scene is set.
  3. Use three shots: the thing, the person, the person with the thing.
  4. Follow a shooting ‘pattern’
  5. Shoot your cutaways: shots of details from the activity or objects or setting
  6. Shoot a master shot: a wide shot of all the actions from start to finish.

Close up

Kadang kita mengangkap arti kata close-up adalah shot wajah seseorang dari dekat. Tapi sebenarnya makna close-up shot jauh lebih luas dari pada itu. Coba bereksperimen dengan membuat shot-shot close up dari tangan subyek Anda saat berkegiatan atau bekerja. Misalnya, subyek Anda adalah seorang juru masak, maka shot-shot close up tangannya saat mengiris bawang atau mengaduk tepung tentu akan sangat menarik. Misalnya subyek Anda seorang tukang becak, maka shot-shot close up kakinya mengayuh pedal becak juga akan menarik dan penting, atau close up butiran keringat yang menetes di bahunya, atau di tengkuknya.

Continuity

Pastikan adegan-adegan yang Anda filmkan akan dapat diedit dengan layak. Maka perlu untuk selalu memikirkan soal continuity pada saat shooting. Hal ini mencakup dimana Anda meletakkan kamera, bagaiman Anda membuat framing gambarnya dan bagaimana gambar-gambar itu akan disambungkan pada saat nanti mengedit. Shot-shot yang diambil tanpa menjaga continuity akan menyulitkan saat editing dan membingungkan penonton.

Membuat Continuity

  • match on action: ambil gambar yang berbeda shot sizenya, atau berbeda posisi kamera, dari adegan/kegiatan yang sama. Misalnya adengan seorang koki mengiris bawang, bisa diambil dari medium shot, lalu diambil lagi adengan yang sama (diulang) dengan framing yang lebih padat/close up untuk menangkap detilnya. Nanti digabung pada saat editing.
  • shot-reverse shot: ambil gambar adegan yang sama dari dua arah yang berbeda (disesuaikan dengan setting, lokasi dan keperluan cerita)
  • the 180 degree rule: tetap perhatikan dan jaga aturan 180 derajat, letakkan kamera Anda hanya di salah satu sisi garis imajiner agar shot-shot yang Anda buat terjaga continuity-nya.
  • eyeline match: ketika Anda mengambil gambar seseorang melihat sesuatu, dan menunjukkan obyek yang dilihat itu di shot berikutnya, pastikan arah eye-linenya benar/matching.

Silakan menuliskan saran dan pertanyaan di kolom komentar.

Penulis: Swastika Nohara

I'm a freelance content and script writer for movies, television, commercials and internet-related content. With a team, I also do documentaries, video tutorial, video presentation and corporate video. I'm based in Jakarta but eager to travel anywhere on earth. For me, life is like a cup of coffee. Life is the coffee while jobs, money and position in society are the cups. They are just tools to hold and contain life, and do not change the quality of life. Sometimes, by concentrating only on the cup, we fail to enjoy the coffee provided…. So, don’t let the cups drive you, enjoy the coffee instead!

6 thoughts on “Membuat Sequence Film Dokumenter

  1. Swastyastu, suksma nggih infonya

  2. Membuat film dokumenter ternyata cukup rumit juga ya mbak, tidak sesederhana yang dibayangkan. Enaknya jadi penonton, tinggal menikmati hasilnya kadang diselingi dengan komentar-komentar pedas terhadap penayangan yang dianggap kurang bagus.

  3. saya tunggu kelanjutannya artikel ini mbak, biar ngga penasaran karena semacam nanggung gitu rasa-rasanya

Tinggalkan komentar