Jelajah Gizi akhir pekan lalu mengeksplorasi area Bali. Siapa sangka kuliner lokal begitu kaya gizi dan banyak potensi lain tersembunyi?
Banyak pencerahan soal pangan yang saya peroleh dari Jelajah Gizi Bali selama week end kemarin. Kalau teman-teman pernah membaca artikel saya soal Jelajah Gizi sebelumnya, mungkin heran kok jadinya ke Bali dan bukan ke Padang? Memang kegiatan ini pindah tujuan karena Padang sempat diselimuti kabut asap. Kabut asap ini memang bikin kacau banyak kegiatan ya? *senyumgetir
Begitu sampai di bandara I Gusti Ngurah Rai, tujuan pertama Jelajah Gizi Bali adalah… Shalat Jum’at! Ini bukti bahwa kecukupan gizi harus seimbang antara jasmani dan rohani. Bukan begitu?
Bali Pulina Agro Tourism
Kami langsung menuju Bali Pulina di Tegalalang, Kabupaten Gianyar, tempat agro wisata yang memperkenalkan kopi luwak dan beragam minuman lain pada pengunjungnya. Begitu masuk ke lokasi, kami menyusuri jalan setapak naik turun menuju kandang luwak. Dua ekor luwak tampak bermain di dua kandang terpisah, biji kopi segar berwarna merah-hijau ada di sudut kandang sementara biji kopi yang telah melalui jalur pencernaan luwak berada di sudut kandang lainnya.
Staf Pulina dengan fasih menjelaskan bahwa mereka hanya menggunakan kopi arabika terbaik untuk diberikan pada luwak-luwak di sini. Katanya lagi, luwak-luwak ini tidak selamanya dikandangkan, kadang mereka dilepas di kebun kopi tak jauh dari tempat ini. Ketika dikandangkan pun mereka juga dikasih makan buah-buahan lain, buka kopi melulu, agar tidak jenuh. Saya sebenarnya suka kasihan melihat satwa liar yang dikandangkan demi memenuhi kebutuhan manusia. Semoga luwak-luwak ini tetap bahagia.
Prof. Ahmad Sulaeman, seorang ahli gizi, menjelaskan bahwa minum kopi bisa bermanfaat karena mengandung riboflavin, mangan dan kalium, asal diminum dalam takaran yang pas. Beliau menambahkan, kopi luwak asli tidak terlalu asam sehingga aman buat lambung. Di Pulina pengunjung bisa menikmati secangkir kecil kopi luwak dengan harga Rp 50.000,-, sementara biji kopinya dijual seharga Rp 4.000.000,-/kilogram. Lumayan ya?
.
Desa Adat Panglipuran
DESA INI CANTIK BANGET! Kesan pertama yang muncul ketika melangkahkan kaki masuk ke Panglipuran adalah sebuah desa yang teduh, teratur dan nyaman. Deretan rumah dengan arsitektur khas Bali tertata rapi di sisi kanan-kiri jalan dari bebatuan. Layaknya rumah Bali, gapura-gapura lancip berderet dengan penomoran teratur. Warga desa menyambut pengunjung dengan ramah, sebagian menawarkan rumahnya sebagai home-stay bila mau menginap. Ada juga rumah yang disulap menjadi warung tanpa meninggalkan bentuk aslinya, jadi tetap harmonis dengan keseluruhan fasad desa ini.
Desa Panglipuran terbilang unik karena dihuni oleh keturunan orang Bali Aga atau Bali asli yang sudah ada di pulau ini sebelum orang-orang Majapahit dari pulau Jawa datang. Di desa ini tempat ibadah warganya berada di sisi selatan setiap rumah, mengarah ke Gunung Batur. Kami masuk di rumah nomor 21. Konon mereka bergiliran menerima wisatawan yang berminat melihat-lihat rumah asli Bali dan akan dengan ramah menjelaskan segala hal tentan desanya.
Begitu masuk gerbang rumah nomor 21, kami disambut dengan welcome drink dalam gelas kecil, cairan berwarna hijau muda. Saya cicipi dengan segenap jiwa dan raga… sebuah rasa yang familiar sekaligus asing membelai lidah saya… Rasanya mirip jus kedondong dengan sedikit kiamboi! Ternyata minuman bernama Loloh Cemcem ini adalah jamu penambah stamina! Dibuat dari bahan utama daun cem-cem, plus gula aren, sedikit kelapa muda, air dan sedikit garam, Loloh Cemcem kini dijual botolan sebagai jamu yang khasiatnya sudah populer di Bali.
.
Belajar Masak Di Paon Bali
Hari sudah malam ketika kami sampai di Paon Bali, sebuah rumah makan di Ubud. Ibu Puspa, sang pemilik rumah makan menyambut kami dengan ramah, menggiring kami ke bagian belakang tempat meja panjang sudah siap untuk demo masak. Kami ditantang untuk memasak sendiri makan malam kami! AHA!!!
Menu yang kami masak ternyata haruslah khas Bali, sate lilit dan lawar putih. Waduuuh… Mana bisa saya bikin sate lilit? Pas dapet tantangan masak ini, saya hampir menyerah dan memilih puasa aja deh… Skip makan malam dari pada mesti bikin sate lilit dari daging ayam. Eh, ternyata setelah melihat demo Ibu Puspa, tidak sesulit itu membuatnya. Bahkan Ariev Rahman aja bisa masaknya! Yah, kalau Ariev sih pasti tangannya sudah terlatih meremas daging yaaa…. Resepnya akan saya tulis di blog post berikut.
Ada juga Chef Muto yang demo bikin Es Kuwut dengan bahan selasih, melon dan jeruk nipis. Nah, setelah melihat dia masak, saya jadi mikir, Om Muto ini chef atau kungfu master ya? Tangannya lincah banget junggling pisau, garpu, spatula dan segala alat masak lain!! Saya menunggu-nunggu kapan dia juggling tabung gas…
Jelajah Gizi Bali bersama Sari Husada di hari pertama usai sudah, kami bergerak ke penginapan di Grand Sunti, Ubud. Perjalanan hari ini membuat saya mengapresiasi kuliner lokal lebih dari sekedar ‘maknyus’. Saya jadi makin bangga dengan kekayaan kuliner dan rempah Indonesia.
Ternyata setiap daerah punya potensi ragam makanan dengan kandungan gizi yang saling melengkapi. Misalnya, kelapa ditemukan nyaris dalam semua resep makanan Bali, baik itu parutan, irisan kelapa segar, hingga dalam bentuk santan atau minyak kelapa. Kelapa yang gurih jadi enak sekali bila dipadukan dengan kacang panjang menjadi lawar putih, hidangan populer Bali yang saya suka. Kuncinya adalah memadukan apa saja bahan pangan lokal yang ada di satu daerah. Prinsipnya, mengutip seorang chef ternama, ‘If they grow together, they go together.’ Jadi, kamu pengin saya masakin apa?
Oktober 18, 2016 pukul 8:36 pm
hai mbak Tika, wah jalan2 liat Jelajah Gizi dapat blognya mbak Tika. hehe.
www,adlienerz.com
Oktober 21, 2016 pukul 12:02 am
halooo…. mampir ah ke blogmu 🙂
November 13, 2015 pukul 11:43 am
aahh kepingin jalan jalan ke bali juga mbak, sueneng liat foto2 nya mbak tika
November 13, 2015 pukul 6:48 pm
Tahun depan ikutan Jelajah Gizi 2016?
Ping-balik: Kapitalisme Wisata | About life on and off screen
November 9, 2015 pukul 3:01 pm
wah sepertinya jelajah gizi ini blm rizki, semoga jelajah gizi berikutnya bisa jalan bareng blogger kondang kayak mbak Swastika Nohara 🙂
November 10, 2015 pukul 5:50 am
aduh aku jadi malu :”) Iya, semoga th 2016 pun aku berharap bisa ikut lagi…
November 10, 2015 pukul 5:54 am
loh kenapa malu mbak..kan udah pake baju haha..semoga ya mbak 🙂
November 10, 2015 pukul 9:01 am
hahaha… Iyah, pakai baju lengkap ini padahal! 🙂 Amiiiin!!!
November 10, 2015 pukul 9:04 am
Mbak swastika asli mana sih
November 10, 2015 pukul 10:12 am
Asli mana? Kedua orang tua dari Kudus dan Semarang, aku lama tinggal di Jakarta. Jadi asli mana tuh? 😀
November 10, 2015 pukul 10:19 am
Asli jawa klo gt mbk..hihii
November 10, 2015 pukul 11:22 am
Iyah…hihih… Sukma asli mana? Eh boleh manggil Sukma atau yg lain?
November 10, 2015 pukul 11:55 am
Lahir kendal.ayah ambarawa.ibu kendal.besR d solo hehee..boleh.
November 10, 2015 pukul 1:45 pm
Siiip!!! Sama-sama Jateng dong 😀
November 10, 2015 pukul 1:46 pm
saya sih sering klo lewat semarang klo pas mau ke kendal oke deh majukan visitjateng 🙂
November 10, 2015 pukul 2:35 pm
Yes!! Sayangnya pemprov Jateng kayak kurang gencar promosi wisatanya nih…
November 10, 2015 pukul 2:42 pm
eh eh eh kata siapa? coba buka lomba blog jateng? dia ngadain udah periode 6 nih 2 bulan sekali di tahun 2015. itu tertata dan hadiahnya oye banget lho mbak..:)
November 10, 2015 pukul 2:48 pm
Barusan aku buka website pemprov Jateng di bagian promosi wisata, dengan harapan bisa menemukan kalender wisata utk bulan ini, atau bulan depan. Tapi yg dimuat yang sudah lewat semua… hiks…
November 10, 2015 pukul 2:54 pm
wahah berarti adminnya itu ya kak, tapi klo dari segi dia adain lomba blog sudah lumayan lah untuk mempromosikan wisata jateng..ayo mbak di kompori pak ganjar biar semangat memajukan wisata jateng 🙂
November 10, 2015 pukul 4:02 pm
iyaaa…. semoga bisa sinergi antara lomba blog dan update website pariwisata pemprov Jateng ya 🙂
Pengin sih mengkompori Pak Gub, sayangnya aku nggak punya akses ke Pak Ganjar 🙂
Ping-balik: Jatuh Hati Di Jelajah Gizi Bali | About life on and off screen
November 4, 2015 pukul 11:56 pm
Habis #bloggercampid dilanjut dengan Jelajag Gizi…. wih mantab banget ! Enaknya jadi Blogger !!!!
November 5, 2015 pukul 4:22 pm
Hihihi… Ayo Kak Didik, ikut Jelajah Gizi tahun depan?
November 4, 2015 pukul 4:52 am
((( juggling tabung gas ))) 😆 😆
7 th tinggal di Bali ga pernah minum Loloh Cemcem krn ga nemu, kyanya ga dijual bebas ya mbak? Campuran kandungannya begitu pula, saya ga yakin bisa minum 😛
Btw ga bilang2 nih ya lg ke Bali, ga ketemuan deh
November 4, 2015 pukul 9:34 am
Iya, aku juga bolak2 ke Bali baru kemarin nemu Loloh Cemcem. Klo di Panglipuran dijual di rumah2 penduduk semacam home industry, ada tulisannya ‘Jual Loloh Cemcem’ gitu.
AAAAKKK…. harusnya aku bilang yaaa… minta nomer HPmu boleh?
November 5, 2015 pukul 6:15 am
Brarti jauh bgt ya mbak belinya musti ke Penglipuran dulu 😀
Hehehe mgkn mbaknya jg keasikan main sampe lupa 😀 081283212252 ya mbak Tika
November 5, 2015 pukul 4:22 pm
Iyaaa… maafkan… aku save nomernya di hp. Thank you
November 3, 2015 pukul 10:03 pm
Jadi gimana reaksinya abis minum loloh mbak? Kapok atau mau lagi?
November 3, 2015 pukul 11:44 pm
Aku suka bangeeet!! Di lokasi itu nambah 3x, masih bawa pulang 1 botol yg ukuran 600ml. Doyan? 😀
November 4, 2015 pukul 12:26 am
Waaaaah hebat. Aku minum sekali langsung bereaksi tak karuan, panas dingin.
November 4, 2015 pukul 9:32 am
Oya? wah aku termasuk ndablek berarti… gak ada reaksi yg berarti selain segar & jadi tidur pulas di bis 30 menit kemudian 😀
November 3, 2015 pukul 9:38 pm
*remas manja*
November 3, 2015 pukul 9:45 pm
Jiyeh yang jago meremas :)))
November 3, 2015 pukul 9:46 pm
KAK TERE AH!
*remas perlahan*
November 3, 2015 pukul 11:43 pm
Kalian kompak banget deh…
November 3, 2015 pukul 11:43 pm
*remas gemas*
November 3, 2015 pukul 7:52 pm
Eeehhm masakan Bali aku suka juga namun kalau tiap hari lidah belum bisa nerima bumbu nya khas banget.
Duuh
November 3, 2015 pukul 11:42 pm
Oya? Kenapa bumbunya menurutmu?
November 4, 2015 pukul 7:57 am
Karena banyak bumbu rempah nya, tapi walau masakan padang juga banyak bumbu rempah nya juga tapi susah cocok ma lidah jawa aku.
November 4, 2015 pukul 12:21 pm
Oooh.. iya, mmg soal cocok-cocokan juga yaa…
November 3, 2015 pukul 4:15 pm
waaah kereeen nih kak, moga saya berkesempatan jalan bareng blogger kondang kayak kaka
November 3, 2015 pukul 11:42 pm
Amiiin…hehehe…jadi malu saya..
November 3, 2015 pukul 1:45 pm
padahal kalau jadi ke Padang kayaknya makannya lebih menggugah selera hehehe. terus maknyus2 gitu
November 3, 2015 pukul 3:06 pm
hehehe… Makanan Bali juga enaaak! Apalagi yg bakal aku tulis di blogpost seri-2
November 3, 2015 pukul 3:21 pm
*lalu paketin*
November 3, 2015 pukul 11:41 pm
kirim pakai JNE? 😀
November 3, 2015 pukul 11:42 pm
Hehehe…. makanan Bali juga maknyuuuus banget! Besok bersambung di seri-2 yg lebih maknyus
November 3, 2015 pukul 9:36 am
Sayangnya sekali nggak jadi ke Padang, kira-kira kalau di Padang mau coba masak apa yaaaa?
November 3, 2015 pukul 10:33 am
Sate padang mungkin? Atau bubur kampiun?
November 3, 2015 pukul 1:18 pm
terlalu mainstream menu nya 😀
November 3, 2015 pukul 2:57 pm
Habis apa dong? Ada ide?
November 3, 2015 pukul 4:08 pm
Sate magek, asli Bukittinggi, kuahnya warna ijooo… pedasnya luar biasa… menggugah selera…
November 3, 2015 pukul 11:41 pm
Waaah… beneran nih Jelajah Gizi 2016 smoga ke Bukittinggi dan aku semoga bisa ikut lagi. HARUS NYICIP sate magek!! Warna hijaunya dari apa…penasaran…
November 4, 2015 pukul 12:43 am
mantapp..jangan lupa list dalam agenda prioritas.. ditunggu kunjunganya.. 🙂
November 4, 2015 pukul 9:32 am
Yes, jelas!! 😀