Suatu sore di Pushkar, sebuah daerah yang gersang di Rajashtan, India Utara, saya bertemu dengan seorang perempuan yang mengesankan. Sore itu saya baru keluar dari kuil Brahma, lalu berjalan menyusuri pasar, ketika mata saya tiba-tiba saja bertemu dengan matanya. Padahal kami berada di tengah kerumuman pasar yang ramai. Sesuatu entah apa, membuat saya menoleh padanya dan menatapnya agak lama. Mungkin karena dia cantik, mungkin karena baju tradisional berwarna cerah yang dia pakai. Tapi kami hanya saling melempar senyum dan berlalu tanpa kata-kata, karena dia segera bergegas dengan rombongannya.
Di sudut pasar yang lain, lama kemudian, saya melihat sosoknya lagi. Saya tak mau lagi berdiam diri, saya sapa dan ajak berkenalan. Namanya Laksmi, usianya baru 21 tahun dan pekerjaannya mengajar keterampilan bagi sekelompok remaja puteri di desanya. Dalam obrolan singkat itu, Laksmi bercerita kalau dulu selepas SMP sebenarnya dia sangat ingin pergi ke Delhi, meneruskan sekolah dan kuliah agar bisa jadi akuntan, bankir atau pekerjaan kantoran lainnya sehingga dia mapan secara finansial. Tapi ibunya yang sudah tua butuh perawatan sehingga dia memadamkan mimpinya sendiri untuk sekolah lagi.
Laksmi sempat berbulan-bulan seperti kehilangan semangat hidup, galau dan ingin marah kepada ibunya tapi dia tahu itu tidak pantas. Akhirnya, sambil menunggui ibunya, dia mengisi waktu membuat tapestri dan aneka kerajinan khas Rajashtan yang warna-warni. Satu persatu karyanya laku dijual dengan harga lumayan di toko-toko souvenir. Lama-lama pesanan terus berdatangan sampai tak sanggup dia tangani sendiri. Maka Laksmi melatih beberapa remaja puteri di desanya untuk membuat kerajinan. Kini mereka telah mandiri secara finansial, bahkan menafkahi keluarga. Ini adalah hal baru bagi lingkungan mereka yang patriarkis dan tradisional.
Di ujung ceritanya Laksmi berkata, “God helped me out in His own way. He made me stay in my village so I can pursue a new dream.” Laksmi tidak akan pernah melupakan mimpinya jadi akuntan, hanya saja kini dia memilih mengejar mimpi yang baru, menjadi pengusaha kerajinan.
So girls, what about your dreams?
Maret 4, 2017 pukul 1:35 pm
Semoga mimpinya segera menjadi kenyataan !
Maret 5, 2017 pukul 6:37 pm
Amin!
Februari 18, 2012 pukul 3:37 pm
Merinding…
Asli merinding banget!
God has our blue print, indeed
Februari 3, 2012 pukul 3:05 pm
aaahhh lebih enak toh dia.. bisa jadi wiraswasta *yg amat aku impi2kan* hehehe
Februari 3, 2012 pukul 4:19 pm
Jangan cuma ngimpi dong.. beneran wiraswasta gitu lho… 🙂