Senyum Pak Tulus merekah menyambut kedatangan kami ke Ukui, sebuah daerah di
Provinsi Riau dimana kami berkenalan dengan Pak Tulus dan rekan-rekannya, para
petani sawit. Antonius Tulus, demikian nama lengkapnya. Pria berkumis lebat berusia 44 tahun ini aslinya lahir di Blitar tapi sudah lama tinggal di Riau. Setelah berbincang-bincang sejenak, Pak Tulus menemani saya dan kawan-kawan pergi ke kebun kelapa sawit, tempat yang telah belasan tahun menjadi sumber penghidupan Pak Tulus dan ratusan petani sawit lainnya, serta keluarga mereka.
Sambil berjalan perlahan di antara deretan pohon sawit Pak Tulus bercerita
bahwa sejak muda dia sudah bekerja di kebun sawit, tapi dahulu dia adalah pegawai
Asian Agri. Dengan senyum terkembang, Pak Tulus bercerita tentang salah satu
manajernya yang galak zaman dahulu kala. Belakangan, setelah berhenti menjadi
karyawan, Pak Tulus baru menyadari bahwa atasannya yang galak itulah yang telah
mengajarkannya efisiensi dalam menanam, merawat dan mengolah kelapa sawit.
Setelah sepuluh tahun bekerja, Pak Tulus pun telah menikah, namun Pak Tulus
merasa sudah saatnya dia mengelola lahan sendiri. Apa lagi tuntutan menghidupi
keluarga semakin besar. Pak Tulus pun pamit berhenti bekerja sebagai karyawan
perusahaan sawit pada tahun 2004.
Mertuanya meminjamkan sertifikat tanah sebagai jaminan untuk meminjam
dana pada bank. Maka pada tahun 2006, Pak Tulus dapat membeli tanah seluas 2 hektar
seharga 75 juta rupiah dan menjadi petani plasma kelapa sawit. Sistem plasma adalah
kemitraan yang diprakarsai Asian Agri dengan para petani sawit setempat, di mana
petani mendapatkan pelatihan tentang menanam serta merawat sawit dengan baik, dan
saat panen dapat menjual hasil kebunnya melalui koperasi (KUD) kepada perusahaan
dengan harga yang stabil.
Dengan penuh semangat Pak Tulus menambahkan bahwa harga yang stabil ini penting agar penghasilan para petani terjaga. Sebab kalau tidak, banyak perusahaan lain yang membeli hasil panen petani sawit dengan harga rendah pada saat panen melimpah. Petani terpaksa menerima harga rendah ini dari pada buah sawitnya membusuk.
Melalui sistem plasma ini Pak Tulus menjelaskan dirinya setiap tahun
mendapatkan profit sharing yang dibagikan kepada petani melalui KUD. Uang bagi hasil
bisa dibelikan sapi, kambing dan binatang ternak lain yang kemudian dikembang-
biakkan. Bisa juga untuk menunjang produktivitas kebunnya. Pak Tulus dan para petani
juga kerap diajak studi banding ke Malang dan kota-kota lain. Saat ini sudah ada 100.000
ha kebun inti milik Asian Agri, 60.000 ha kebun petani plasma dan 33.000 ha kebun
petani swadaya.
Pak Tulus merasa beruntung bisa menjadi petani plasma karena kerja sama ini
membuatnya bisa mempelajari dan menerapkan praktik pengelolaan terbaik kebun
kelapa sawit. Praktik pengelolaan terbaik ini meliputi:
Pengendalian hama terpadu, yakni menggunakan predator alami hama tersebut
dan tidak menggunakan bahan kimia pembasmi hama.
Konservasi tanah dan kelembaban air
Konservasi dan keanekaragaman hayati
Pengelolaan energi, misalnya memanfaatkan limbah pengolahan sawit menjadi
energi listrik.
Pengelolaan air berkelanjutan
Kebijakan tanpa bakar untuk mencegah kebakaran hutan terutama di musim
kemarau.
Menimba Ilmu Di Kebun Sawit
Saya tertarik sekali soal pengendalian hama terpadu ini soalnya bisa
meminimalkan penggunaan pestisida. Misalnya untuk membasmi sejenis ulat yang
menjadi hama sawit. Di foto adalah ulat berwarna kuning cerah yang penampilannya
cantik tapi kalau kena kulit akan menyebabkan rasa panas terbakar. Nah, mereka
mengembang-biakkan serangga sebagai predator ulat tersebut.
Begitu pula untuk membasmi tikus, para pengelola kebun sawit memelihara burung-burung hantu yang setiap malam aktif berburu tikus. Di foto tampak salah satu burung hantu Tyto alba yang waktu kami datang lagi bangun siang-siang. Mereka membuat satu rumah burung di setiap 25 hektar kebun sawit. Dengan demikian populasi tikus terkendali, sehingga tidak membahayakan hasil panen sawit.
Mereka juga menanam beberapa tanaman seperti Antigonon leptopus yang
terkenal dengan sebutan bunga Air Mata Pengantin (kok agak sedih ya, kenapa
pengantin harus berurai air mata? Padahal bunganya pink cantik seperti di foto ini),
Cassia cobanensis, Hibiscus rosa-sinensis alias Kembang Sepatu dan Turnera subulata.
Keempat jenis tanaman ini ditanam di sisi luar kebun sawit dengan tujuan
mengendalikan hama secara alami.
Kami juga sempat mampir ke pusat pembibitan pohon sawit. Bibit pohon sawit
dirawat hingga berusia 9 bulan hingga siap ditanam di kebun untuk proses replanting.
Proses replanting (penanaman kembali) dilakukan untuk mengganti pohon sawit yang
sudah tua (berusia diatas 25 tahun) dengan pohon baru supaya lebih produktif. Bagi
petani, tantangannya adalah menunggu pohon baru ini tumbuh dan siap dipanen di usia
36 bulan sejak ditanam di kebun. Jadi selama itu petani belum bisa panen sawit dan
harus mencari penghasilan lain, misalnya tanaman palawija atau hewan ternak.
Berani minum CPO (Crude Palm Oil)?
Setelah menimba ilmu di kebun sawit kami pun beranjak ke salah satu pusat
pengolahan minyak kelapa sawit. Di sini saya belajar (lagi) kalau ternyata prinsip
pengolahan minyak sawit itu sangat sederhana. Prinsipnya buah sawit disteam biar
lunak dan mudah pecah kulitnya, lalu dipress hingga keluar minyaknya. Kemudian
minyak inilah yang dimurnikan menjadi CPO, crude palm oil atau yang sering disebut
minyak kelapa sawit mentah.
Terlihat pada foto di bawah ini penampang buah sawit yang dipotong melintang, bagian
tengahnya berwarna putih (disebut kernel) dan sekelilingnya berwarna oranye (daging
buah atau mesocarp). Bagian kernel dan mesocarp diolah secara terpisah dan
menghasilkan minyak yang berbeda. Kernel menghasilkan kernel oil yang bisa dipakai
sebagai bahan baku kosmetik. Mesocarp inilah yang diolah menjadi CPO, sebagai bahan
baku minyak goreng dan lain-lain.
Nah di sini kami ditantang untuk minum CPO! Hahahahaha… sedikit saja, satu sloki, biar terbukti kalau CPO ini aman dikonsumsi. Saya mencicip sedikit saja, nggak sampai satu sloki. Buat saya, aroma dan rasanya mengingatkan pada minyak buah merah yang biasa dimasak oleh suku-suku pedalaman di Papua. Dulu saya sering disuruh ibu saya makan satu sendok minyak buah merah per-hari karena katanya sangat bagus untuk kesehatan. Nah, CPO ini rasanya sangat mirip!
Mengolah Limbah Jadi Listrik
Dari proses pengolahan minyak kelapa sawit tentu ada sisanya, berupa limbah
cair yang disebut Palm Oil Mill Effluent (POME). Nah, limbah cair ini sebelumnya dimanfaatkan sebagai pupuk cair yang diaplikasikan kembali ke kebun. Namun sejak dibangun biogas atau Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), POME juga diolah dan menghasilkan tenaga listrik. Listriknya sebagian dipakai untuk operasional pabrik dan sebagian disalurkan ke gardu PLN untuk didistribusikan ke warga sekitar. Penampakannya di atas, foto yang sudut kanan bawah.
Banyak sekali yang saya pelajari dari perjalanan singkat ke Bumi Lancang Kuning
kali ini. Semoga ke depannya makin banyak petani dan warga setempat yang semakin
sejahtera seperti Pak Tulus.***
November 23, 2018 pukul 10:22 pm
Menginspirasi.. Turut mendoakan.. AAMIIN
November 25, 2018 pukul 8:51 am
terima kasih… amin amin amin!
Oktober 1, 2018 pukul 7:05 am
mengharukan banget baca cerita pak Tulus. orang baik maka rejekinya akan baik. semoga gak cuma pak Tulus aja, maki banyak petani2 di sana yang semakin sejahtera.
Oktober 1, 2018 pukul 7:09 am
benar, sebenarnya cukup banyak petani yang bekerja sama dan berhasil meningkatkan taraf hidupnya. Pak Tulus hanya salah satu.
September 29, 2018 pukul 7:20 pm
Seru banget bisa belajar banyak di sana. Baru baca artikel ini aja, saya baru sadar apalagi mba yang udah datang langsung ke sana. Pasti banyak ilmu yang di dapat…
Greattt!!!
Oktober 1, 2018 pukul 7:08 am
Alhamdulillah banyak pengetahuan baru yg saya dapat dari setiap perjalanan 🙂
September 28, 2018 pukul 2:19 pm
kakak aku juga kerja di sawit, banyak karyawan yang keluar dan jadi petani kerjasama dengan perusahaan, sama dengan kisah pak Antonious tulus.
ihhh, gimana rasanya minum satu sloki …ihhhh
September 29, 2018 pukul 2:15 pm
Wah, menarik!! Kakakmu tinggal di area mana? semoga semakin sejahtera ya keluarga kakakmu dan petani2 lain di sana 🙂
September 22, 2018 pukul 2:04 pm
postingan ini banyak juga ilmunya. kalau tanaman yg pink cantik itu (air mata pengantin) bisa juga untuk mengusir hama di tempat lain selain kebun sawit, bisa nggak mbak??
September 26, 2018 pukul 7:02 am
Intinya tanaman pink itu (bunga air mata pengantin) menjadi rumah sejenis serangga yang bisa mengganggu tanaman sawit seandainya dia ‘berumah’ di pohon2 sawit. Gitu…
September 22, 2018 pukul 1:22 pm
nice! seneng ya lihat ada banyak kehidupan petani jadi terangkat kayak gini, semoga semakin banyak yg ngeraain manfaatnya ya
September 26, 2018 pukul 7:02 am
amin! semoga semakin banyak petani lokal yang mendapat manfaat dari kehadiran Asian Agri
September 14, 2018 pukul 2:45 pm
Semoga makin banyak perusahaan seperti Asian Agri yang ikut mensejahterakan rakyat.
September 18, 2018 pukul 11:46 am
Amin amin amin!! Jadi rakyat terutama yang tinggal di sekitar perusahaan ikut merasakan manfaatnya ya.