BLOG Swastika Nohara

Life is the coffee, while jobs, money and position in society are the cups. They are just tools to hold and contain life, and do not change the quality of life.

Hujan Bulan November

45 Komentar

Biarlah Hujan Bulan Juni menjadi milik Sapardi Djoko Damono dan November Rain tetap dilantunkan oleh Guns N Roses. Saya hanya akan meminjam sedikit liriknya, sebagaimana yang disenandungkan seorang pria di kedai kopi yang sepi sore itu;

‘Cause nothin’ lasts forever
And we both know hearts can change
And it’s hard to hold a candle
In the cold November rain

Pria itu nampak terlarut menggumamkan lirik lagu sambil menggiling pelan biji kopi Flores Bajawa dengan sebuah hand grinder. Rambut putihnya nampak berkilau keperakan terkena sinar lampu fluorescent. Meski uban telah menutupi hampir seluruh rambutnya tapi wajahnya nampak belum terlalu tua. Sosoknya yang tegap masih pantas diaku sebagai umur 40-an. Pada wajahnya pun belum nampak kerutan berarti. Hanya saja sorot matanya yang sendu tidak dapat menyembunyikan gundah dalam hatinya.

Geni nama pria yang sore itu sendirian saja menyesap aroma kopi yang merebak dari cangkirnya. Geni tak pernah absen mengunjungi kedai kopi Sleepy Himalayan. Sejak awal Geni merasa Sleepy Himalayan adalah nama yang aneh untuk sebuah kedai kopi. Sejak kapan pegunungan Himalaya dikenal sebagai penghasil kopi? Sejak kapan kopi diasosiasikan dengan efek mengantuk?

Setelah sekian kali mengunjungi Sleepy Himalayan, barulah Geni sadar arti nama cafe ini saat seekor kucing berbulu lebat dan berhidung pesek melenggang pelan, lalu melompat ke sebuah keranjang empuk yang selalu ada di sudut cafe. Dan setelah sekian kali menyesap kopi di situ, akhirnya suatu sore Geni meminta agar dia dibolehkan menggiling serta menyeduh kopi pilihannya sendiri, dengan tetap membayar harga sesuai bandrol.

img_9277-tekodeko

Seperti sore ini, saat rintik hujan menerpa sisi luar jendela kaca kedai kopi, Geni menyesap pelan secangkir kecil long black di tangannya. Pahitnya kopi hitam tanpa gula dia rasakan tidak sepahit kisah hidupnya. Setiap sore, Geni duduk di balik jendela kaca kedai kopi, menunggu jam bubaran sebuah sekolah menengah di samping kedai. Saat siswa-siswi berhamburan pulang, barulah Geni memasang mata dengan seksama.

Pandangannya segera memindai puluhan siswi SMP kelas 1 yang keluar gerbang sekolah. Sekolah swasta itu membedakan jam pulang siswa kelas 1, 2 dan 3 sehingga tidak sulit bagi Geni untuk menemukan sosok Regina, gadis manis berambut hitam panjang. Apa lagi Regina tingginya di atas rata-rata, hingga mudah ditemukan di antara teman-teman sekelasnya.

Begitu Regina keluar gerbang sekolah, Geni mengikuti gerak-gerik gadis itu tanpa sedetik pun terlewat. Geni sudah hafal bahwa Regina suka mengikat rambutnya tinggi-tinggi, memakai tas ransel biru dan kaus kaki super pendek yang nyaris tidak terlihat dibalik sepasang sepatu keds warna biru muda. Geni selalu tersenyum saat melihat tangan ramping Regina menyibakkan anak rambut di keningnya. Geni senang melihat Regina masih mengenakan gelang kulit warna hitam pemberiannya dulu.

Dulu sekali, saat Regina masih kecil, Geni memakaikan sendiri gelang kulit itu. Namanya dan nama Regina terukir di situ. Dulu, saat Regina kecil selalu melompat-lompat kegirangan saat Geni mengajaknya jalan-jalan ke mall untuk nonton bioskop dan makan es krim, adalah masa-masa terindah dalam hidup Geni.

Kini semua sudah berubah sejak Geni bermain api dengan perempuan lain yang menyebabkan ibu Regina tidak ingin lagi menjalani hidup bersama dengannya. Setelah kali pertama dan kedua ibu Regina memaafkannya, rupanya sudah habis kesabarannya saat Geni ketahuan lagi menjalin hubungan dengan perempuan lain di luar pernikahan mereka kala itu.

Kini semua sudah berlalu. Nothing lasts forever, and we know hearts can change. Geni telah kehilangan keutuhan keluarganya, namun juga enggan mengikatkan dirinya ke dalam sebuah jalinan yang baru.

Kini Geni masih selalu menunggu, kapan waktu yang tepat untuk memberi tahu Regina bahwa gadis manis yang pernah sangat terluka perasaannya itu punya seorang adik yang bahkan tidak dia ketahui namanya.***

November 2016.

Cerita ini adalah fiksi. Kemiripan apa pun yang mungkin Anda rasakan, ya itu cuma perasaan saja 🙂

Iklan

Penulis: Swastika Nohara

I'm a freelance content and script writer for movies, television, commercials and internet-related content. With a team, I also do documentaries, video tutorial, video presentation and corporate video. I'm based in Jakarta but eager to travel anywhere on earth. For me, life is like a cup of coffee. Life is the coffee while jobs, money and position in society are the cups. They are just tools to hold and contain life, and do not change the quality of life. Sometimes, by concentrating only on the cup, we fail to enjoy the coffee provided…. So, don’t let the cups drive you, enjoy the coffee instead!

45 thoughts on “Hujan Bulan November

  1. Ping-balik: Jangan Diamkan Verbal Abuse | BLOG Swastika Nohara

  2. sebenarnya di belakang si Geni ada saya yang lagi ngopi juga mba….

    Suasana cafe di Surabaya memang mirip seperti cafe di Jakarta umumnya. Biasanya untuk menghindari macet di jalan, sebagian orang lebih memilih minum kopi di cafe-cafe di banding duduk di belakang stir kemudi di tengah kemacetan.
    Mereka menikmati kopi sekedar untuk menunggu hingga keadaan jalan menjadi lebih lenggang.

    Sore itu agak gerimis, karena tak ada jas hujan, saya memarkir sepeda motor saya dan berteduh di warung kopi Sleepy Himalayan. Menikmati secangkir kopi sambil menunggu gerimis reda adalah pilihan yang paling rasional.

    Sore itu saya duduk di kursi depan cafe. Posisi kursi yang saling berdekatan, membuat suasana cafe terkesan penuh sesak, meskipun di hari itu pengunjung masih agak sepi.

    Saat menikmati kopi, terdengar seorang gadis remaja sedang berbicara tepat di belakang kursi saya.
    “ nyenyottt… tuh lihat, mas Adit sekarang lagi deket sama orang lain, dia sudah gak sayang lagi sama kita”

    Saya sempat bingung mendengar pembicaraannya, karena ketika saya menoleh ke belakang tidak ada satupun orang yang duduk semeja dengannya. Yang ada hanya seorang lelaki paruh baya dengan rambut putih keperakan yang sedang melihat-lihat ke arah luar jendela mengamati pelajar SMP yang baru keluar dari gerbang sekolah.

    Lalu bicara dengan siapa anak ini, pikirku.

    “ Nyenyotttt… tuh lihat, mas Adit sampe pegang pegangan tangan segala, mas Adit dan gak cinta lagi sama aku”.

    Saya pun penasaran. Akhirnya saya mulai memperhatikan apa yang dilakukan anak gadis ini. Setelah saya perhatikan, ternyata dia sedang mengamati dari jauh 2 orang pelajar berseragam SMA yang sedang duduk bersebelahan di kursi paling pojok cafe ini.

    “ tuh lihat, mas Adit dah berubah sekarang, dia dah punya gebetan baru, dia dah gak sayang lagi sama aku, dia sudah benar-benar berubah sekarang, pokoknya kalau mas Adit datang lagi ke rumah, kita gak usah nemuin dia lagi..”

    Mendengar pembicaraan gadis ini sayapun semakin penasaran dengan siapa dia bicara, apakah gadis ini sakit jiwa, tapi mengapa dia berseragam SMA. Terbawa penasaran, akhirnya saya beranikan diri untuk bertanya :

    “ maaf de, ade bicara sama siapa …“
    “ sama nyenyott om..” tegasnya sambil menunjukan tikus putih mungil dari kantong seragam kemejanya.

    Uppss..saya pun kaget dibuatnya..

    “ Halo Nyenyott, salam kenal ya” kataku..
    “ Halo Juga om “ jawab si gadis.

    Untung bukan nyenyott yang jawab, pikirku.

    Tak lama si gadis pun berlalu dari kursinya, ke kasir dan pergi meninggalkan cafe.
    Berselang 3 menit pelajar yang diperhatikan si Gadis tadi pun turut beranjak menuju kasir.

    “berapa semuanya Mba” tanya pemuda berseragam.
    “ Cuma 30 ribu” jawab si Kasir.

    “ sudah gak usah kamu yang bayar, Mas Adit aja yang bayar, kan Mas Adit yang ajak ketemuan disini” kilah si Adit.
    “ga usah Mas Adit, Bambang aja yang bayar, Bambang lagi ada uang kok”, ujar si Bambang.

    Ternyata benar kata si Gadis tadi pada tikus putihnya, Mas Adit sudah benar-benar berubah, pikirku.

    (jadi terinspirasi sama tulisan mba …hehe….)

  3. rasanya peristiwa itu bisa terjadi pada kita semua. Bisa saja saya menjadi sosok Geni dan Kiranaku menjadi Regina. Tetap setia pada pasangan sepertinya ampuh untuk terhindar dari cerita mba itu. Btw keren tulisannya.

  4. Wah, apakah ini akan menjadi film pendek baru mbak Tika?

  5. Ping-balik: 11 Lagu Momen Saat Hujan

  6. Hujan bulan november, basah bangeeet

    salam,
    nia

  7. Duh, saya sampai baper nih kak. Tapi kok mendadak pengin jadi Geni ya? 😀

  8. tapi sekarang dah nggak hujan lagi kan mbak …. 🙂

  9. karena hujan tetap akan kembali, walau dia jatuh berkali kali 😀

  10. Semoga ibunya Regina mendapatkan suami baru yang jauh lebih baik dari Geni.

    Titip slaam buat ibunya Regina, sampaikan “Yang kuat ya tante. Lelaki tidak semuanya brengsek”

  11. Orang macam geni ini banyak, penyakit yg ngak pernah puas
    Semoga banyak yang insyaf

  12. Kenapa hujan selalu punya cerita? Ah, baper kaaan. Hahahahaha. Nice word, mbaknyaaa.

    Salam,
    Syanu.

  13. beuuuh.. kopi, manual brew, hujan pula.. indahnya dunia. dan syahdunya

  14. asyeeek.. ngopi, manual brew.. hujan.. deuuuuh…

  15. “…. Regina bahwa gadis manis pernah sangat yang terluka perasaannya itu punya seorang adik yang bahkan tidak dia ketahui namanya”

    Jadi penasaran, siapa namanya ya Mbak?

  16. anuh… kok tumben, Kak? 😛

  17. mirip adegan di film 🙂 #scripwriter #syedih 😦

  18. Membaca tulisan ini, muncul soundtrack ini senyap-senyap dan makin mengeras:
    “I feel like no one ever told the truth to me
    About growing up and what a struggle it would be
    In my tangled state of mind
    I’ve been looking back to find
    Where I went wrong

    Too much love will kill you
    If you can’t make up your mind
    Torn between the lover and the love you leave behind
    You’re headed for disaster ‘cos you never read the signs
    Too much love will kill you every time”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s