Saya adalah satu dari sekian juta pengguna ojek di Jakarta, sejak dulu sebelum ojek berbasis aplikasi jadi tren. Ini kisah Arman, seorang tukang ojek andalan saya di periode tahun 2009-2010, saat social media belum booming seperti sekarang. Nggak kayak tukang ojek umumnya yang pakai jaket dari dealer motor yang sudah pudar dan bau, serta helm catok yang juga bau bahkan sering jamuran (makanya saya selalu bawa syal atau bandana kalau naik ojek di Jakarta), Arman lain.
Arman rapi, selalu pakai sepatu dan jaket yang bersih, dan dia punya blog! Dia pakai blog untuk menjual jasa. Di blog nya Arman memuat komentar pelanggan, misalnya:
“Ketika pertama kali saya melihat dan menggunakan jasa ojek arman, saya merasakan ada sesuatu potensi yang memang berbeda dari tukang ojek lainnya. Cukup sopan dan tergolong rapi untuk ukuran tukang ojek kebanyakan, lebih tepatnya mirip dengan pegawai kantoran…”
Di blog nya Arman pun posting soal safety riding, yang buat kebanyakan tukang ojek lain mungkin prioritas nomor 27.
Nggak cuma ngojek, Arman juga kasih servis tambahan, unik dan personal. Jadilah ia memberikan jasa ojek plus-plus. Ini buktinya, kutipan favorit saya dari blognya Arman:
“Anda suka difoto? Anda ingin momen unik dan menarik? Jangan sungkan untuk minta difoto ketika menggunakan jasa layanan ojek saya. Bila anda menginginkan, langsung saya pasang di blog saya secara realtime. Atau anda ingin langsung dicetak untuk kenang-kenangan ngojek bersama saya, bisa juga. Hanya dengan menambah 4000 Rupiah saja. Abadikan kenangan ngojek anda bersama saya, dan sharing untuk keluarga, rekan, atau pasangan anda. Feel the Unique Sensation!”
Saya seharusnya mencontoh totalitas Arman dalam menawarkan jasanya….
Nah, jaman sekarang saat ojek berbasis aplikasi menjamur, ada Gojek, Blujek, Grabbike dan Uber Motor serta entah apa lagi, saya tidak pernah lagi memakai jasa ojek langganan, termasuk Arman. Nomornya sudah tak bisa saya telfon. Mungkin sudah ganti, atau dia sudah alih profesi.
Padahal ojek langganan ini pernah menyelamatkan karir saya.
Suatu hari saya harus ke Ambon dengan penerbangan tanggal 1 Desember untuk riset materi cerita film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku. Sementara tanggal 30 November-nya saya jadi panitia pemutaran film dokumenter Jagal yang (waktu itu) kontroversial dan dilarang beredar di Indonesia. Jadi bikin screeningnya harus diam-diam, menyebar undangan secara gerilya, berlokasi di auditorium sebuah kampus.
Waktu itu saya pikir urusin dulu screening film sampai selesai, baru pulang, packing dan besoknya berangkat ke Ambon. Ternyata saya SALAH BESAR.
Tanggal 30 November jam 6 sore, sesaat sebelum screening mulai, saya mengecek e-tiket dan melihat informasi saya mesti terbang ke Ambon tanggal 1 Desember jam 00:30 wib alias MALAM ITU JUGA! Kan udah harus chek-in di bandara jam 23:00 wib.
Saya panik. Sudah lewat maghrib, dan saya mesti sampai di bandara jam 23:00 wib padahal belum packing. Kalau pulang dulu untuk packing jelas tak sempat, Jakarta MACET BANGET. Akhirnya saya telfon si mbak di rumah, saya kasih instruksi memasukkan baju ini-itu ke dalam tas ransel. Lalu saya telfon Arman untuk mengambil tas ransel di rumah dan mengantarkannya ke lokasi screening film saat itu juga.
Jam 21:00 wib kelar screening, pas Arman sampai mengantar ransel. Saya langsung minta diboncengkan ke Bandara dari kawasan Senayan. Hahahaha…
Saya baru tau bisa naik ojek ke Bandara Soekarno Hatta. Entah Arman lewat mana, pokoknya saya sampai di bandara dalam keadaan selamat meskipun rasanya getar-getar nyaris dua jam mbonceng motor.
Arman tidak pernah tahu bahwa profesionalismenya sebagai tukang ojek turut berkontribusi pada pembuatan film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku yang lalu terpilih sebagai film terbaik FFI 2014 dan mendapatkan piala Citra.
Seandainya bisa, saya pengin kasih piala Ojek Terbaik buat Arman.
Agustus 13, 2016 pukul 7:37 pm
atau jangan-jangan ada sesuatu yang tak terlupakan dengan Mas Tukang Ojek nih kok sampai 3 episode atau nanti ada kelanjutannya hehehe….. pissss Mbak 🙂
Agustus 14, 2016 pukul 5:21 am
Hahaha… itu 3 episode cerita soal tukang-tukang ojek yg berbeda kok.
Agustus 4, 2016 pukul 12:46 pm
ternyata menarik juga bicara masalah ojek ya….
ntar tak tulis juga 10 episode about ojek di kota Pahlawan.. Surabaya 🙂
Agustus 5, 2016 pukul 4:52 pm
Wah, aku tunggu tulisannya!!!
Agustus 3, 2016 pukul 2:21 pm
si Arman baik banget ya mbak
Agustus 5, 2016 pukul 4:51 pm
Iyah, banget!
Agustus 2, 2016 pukul 2:34 pm
Kapan mau ngojek ke kupang pakai jasa saya aja bu, terjamin. Saya blogger juga bisa moto juga. -tertanda Imron
Agustus 2, 2016 pukul 3:09 pm
Wah mau dong ngojek sampai Kupang! Sampai sana kira-kira saya ndredhek nggak ya? :)))
Agustus 2, 2016 pukul 3:58 pm
gak kok, kan bentar2 istirahat. sampe sana kira2 butuh waktu tujuh purnama lah 🙂
Agustus 2, 2016 pukul 4:31 pm
buseeeet… Rangga aja nggak sesabar itu mengantarkan Cinta! 🙂 😀
Agustus 2, 2016 pukul 7:58 pm
Tapi kan rangga dah punya pacar kak *dibahas
Agustus 5, 2016 pukul 4:50 pm
Selama belum ada janur kuning, punya pacar doang mah gak masalah… *eh *kitabahasapasih?
Agustus 5, 2016 pukul 5:06 pm
Asal janurnya gak beruwab warna warni kayak pelangi di langit yang biru ya kak 🙂
Agustus 5, 2016 pukul 10:22 pm
Benar sekali… ih kamu imajinasinya bagus!
Agustus 2, 2016 pukul 4:31 pm
BTW Vlog mu udah di upload ke youtube?
Agustus 2, 2016 pukul 7:57 pm
udah kak..
Agustus 5, 2016 pukul 4:50 pm
Siap!
Agustus 1, 2016 pukul 11:17 am
jd penasaran blognya mas arman nan heroik itu apa..
Agustus 2, 2016 pukul 2:34 pm
Hehehe…. Googling?