BLOG Swastika Nohara

Life is the coffee, while jobs, money and position in society are the cups. They are just tools to hold and contain life, and do not change the quality of life.

Demonstrasi Supir Taksi, Kenapa Anarkis?

41 Komentar

Siang tadi saya mestinya mengajar mata kuliah Film Production 1 di kampus tercinta yang letaknya di kawasan Senayan, Jakarta. Saya datang beberapa menit sebelum jam kuliah dimulai, kelas masih kosong. Saya menunggu sambil mendengarkan musik dan menyiapkan slide materi kuliah. Tapi hingga lewat 10 menit dari jam kuliah mulai, kelas tetap kosong. Padahal mahasiswa-mahasiswa saya biasanya datang on time. Ada apa ini?

Saya sampai keluar kelas, melihat ke nomor ruangan yang ada di atas pintu, memastikan saya berada di ruang yang benar. Iya, ruangannya benar. Sudah lewat 15 menit dari jam kuliah mulai, kok belum ada seorang pun mahasiswa yang datang?

Akhirnya saya cek HP. Satu per satu mahasiswa saya mengabarkan bahwa mereka tidak bisa ke kampus karena demosntrasi hari ini. Ada yang memang dilarang orang tuanya keluar rumah sejak pagi, ada pula yang rutenya kehadang demo jadi memutuskan putar balik, bahkan ada satu mahasiswa yang menyaksikan sendiri bagaimana supir-supir taksi berseragam biru itu menyerang pengendara Gojek dan Grab, lalu melemparkan helm-helm mereka ke arah kendaraan-kendaraan lain di jalan raya, salah satunya mengenai mobil mahasiswa saya itu.

Bayangkan, kamu lagi nyetir lalu kejebak macet karena demo, lalu kap depan mobil kamu ditimpuk helm!

Main kasar. Keterlaluan.

Sekedar background informasi, hari ini lalu lintas di beberapa jalan utama Jakarta rusuh karena demonstrasi supir-supir taksi dari berbagai armada. Beritanya  sudah marak menghiasi media dan medial sosial sejak pagi. Supir-supir taksi konvensional unjuk rasa menuntut agar taksi dan ojek berbasis aplikasi (Uber, Grab, Gojek dan sejenisnya) dilarang beroperasi karena dianggap menyedot penumpang mereka dan membuat setoran mereka merosot.

Sayangnya demonstrasi ini chaos dan anarkis.

Supir-supir taksi yang demo memaksa supir taksi yang masih mengangkut penumpang untuk berhenti narik dan ikutan demo atas nama solidaritas. Tapi  cara mereka memaksa rekan-rekan kerjanya ini sangat tidak simpatik, disertai kekerasan, ancaman bahkan menggunakan senjata tajam dan memecahkan jendela taksi tsb.

Teman-teman pasti sudah melihat juga aksi segerombolan pria berseragam supir taksi warna biru yang dengan gahar menyerang sebuah taksi yang masih narik di jalan Gatot Subroto untuk ikutan demo. Lalu beberapa video lain menunjukkan supir-supir taksi ini menyerang secara keroyokan pengemudi Gojek dan Grabbike hingga mereka terkapar dan motor mereka tergeletak di jalan raya. Klik ini untuk melihat salah satu video yang absurd.

Foto ini adalah khayalan… enaknya kalau jalanan damai dan bebas macet!
sumbar kelok 9

Ada kabar pula, para demonstran sweeping kendaraan yang lewat untuk mencari adanya Uber taksi yang beroperasi. Semena-mena banget. Bahkan beredar foto dari facebook seorang supir taksi berlogo biru yang sudah menyiapkan parang untuk dibawa dalam aksi demo hari ini. Fotonya nggak usah saya pasang, saya tidak ingin memperkeruh suasana. intinya adalah saya sangat tidak simpatik dengan aksi para supir taksi konvensional hari ini.

Preman, really?

Di televisi, perwakilan manajemen taksi biru itu menyatakan orang-orang berseragam supir taksi biru yang melakukan kekerasan hari ini bisa saja disusupi preman. Ya, preman yang memakai seragam supir taksi biru. Mungkin saja. Meski begitu, harusnya bisa banget manajemen perusahaan taksi itu mencegah kekerasan dengan cara menghimbau supir-supirnya yang mau demo agar tidak melakukan kekerasan. Kalau perlu disertai peringatan bahwa supir yang anarkis akan dipecat. Ya kan?

Kemana Pemerintah & Penegak Hukum?

Sebenarnya soal perebutan ‘lapak’ antara supir taksi konvensional dan taksi online ini bisa diantisipasi, asalkan semua pihak punya itikad baik. Misalnya, perusahaan taksi konvensional memperbaiki layanannya dan melatih supir-supirnya agar minimal mengerti jalan-jalan besar di Jakarta. Saya pernah naik Blue Bird dari fX di Jalan Jenderal Sudirman mau ke Grand Indonesia di bundaran HI yang adalah rute gampang sekali tinggal lurus doang di jalur protokol Jakarta, eh supirnya nggak tau jalan loh!

Perusahaan taksi online dari luar negeri juga harus mematuhi semua aturan saat memulai bisnisnya di Indonesia, termasuk aturan pajaknya. Kalau dari sisi penumpang, jelas naik taksi Uber atau Grab jauh lebih menyenangkan karena tarifnya lebih murah secara signifikan, pemesanan via apps sangat mudah, mobilnya bersih dan wangi kadang dikasih air minum, wifi malah ada mobil Grab yang pakai karaoke!

Udah gitu supir-supirnya sopan dan tahu jalan (atau kadang pakai Waze), bisa bayar pakai kartu kredit dan ada peta di mana kita bisa memantau mobil yang kita pesan lewat mana atau sudah sampai mana. Peta ini penting saat saya memesankan Uber taksi untuk dinaiki ibu saya, sementara saya-nya nggak ikut. Jadi saya bisa memantau perjalanan ibu saya sampai tiba di tujuan. Oya, kalau baru mau pakai Uber, masukkan kode UberSwastika di apps untuk mendapatkan ongkos taksi gratis Rp 150.000,-

Nah, lalu bagaimana dengan pemerintah? Komponen pemerintahnya nih bagi saya masih tanda tanya besar. Kenapa pemerintah membiarkan premanisme dan perang lapak ini terjadi hingga berlarut-larut?

Seharusnya pemerintah bisa lebih tegas mengambil sikap. Misalnya dengan mengatur tata edar dan menetapkan aturan main yang tegas baik bagi angkutan umum di bawah Organda maupun bagi kendaraan umum berbasis aplikasi. Ya kan?

Iklan

Penulis: Swastika Nohara

I'm a freelance content and script writer for movies, television, commercials and internet-related content. With a team, I also do documentaries, video tutorial, video presentation and corporate video. I'm based in Jakarta but eager to travel anywhere on earth. For me, life is like a cup of coffee. Life is the coffee while jobs, money and position in society are the cups. They are just tools to hold and contain life, and do not change the quality of life. Sometimes, by concentrating only on the cup, we fail to enjoy the coffee provided…. So, don’t let the cups drive you, enjoy the coffee instead!

41 thoughts on “Demonstrasi Supir Taksi, Kenapa Anarkis?

  1. Yah gitu tu mba klo ngerasa rejekinya diambil orang
    kayak ga punya tuhan aja ya

  2. Bukannya melawan dengan inovasi malah dengan demo anarkis ga jelas gitu, hadeh indonesia-indonesia ;(

  3. Melawan teknologi pake cara demo dan bukan inovasi? hmmm kok kayaknya cara yang dipakai males banget ya. Ketimbang mikir inovasi malah milih demo, pake acara ribut pula 😦
    Aku sih gak kena efeknya karena di Tanggerang, tapi melihat lewat twitter serem banget mba. Menyesalkan kenapa perusahaan taksi sebesar burung biru kok jadi gak berkelas (kalo yg lain sih gak heran, abal2). Terus terang, saya sejak di Tanggerang susah banget kalo naik taksi. Sering di tolak karena dekat. Yakali juga dari kantor ke rumah atau ke mall di Tangsel ya gak jauh, dan gak bisa diajak muter2 juga karena jalannya udah jelas. karena itu akhirnya kenalan sama taksi online dan malah jadi ketagihan pake. Udah sopirnya ramah, wangi, bisa lebih dari 4 orang, jelas pula (ada GPS dan terpantau) 🙂

  4. Waktu kejadian itu mau liputan pun jadi takut. Mau naik taksi takut dijegat dan disuruh turun, mau naik ojeg online takut pengemudinya digebukin di deapan mata.

  5. Aku pun memutuskan di rumah aja pas kejadian itu dan memantau berita.

  6. mereka kayak gini ini malah bikin yang namanya grab sm uber makin laris
    aku sekarang juga ga dibolehin lagi naksi, kecuali kepepet atau bukan di jakarta.

  7. Iya sedih liat aksi anarkisnya ya.. 😦 Semoga masalah ini cepet selesai dan ngga ada lagi aksi demo lanjutannya ya..

  8. Harusnya demo mah demo aja nggak usah pakai merusak atau kekerasan segala. Yang kasian justru supir taksi yang memang mau ikhlas nyari duit. Sekarang mereka kena imbasnya juga, jadi kena cap jelek kalo supir taksi itu dekat sama kekerasan. Kasian mereka.

  9. hmm lg jalan2 di blogsphere nyangkut di artikel ini..

    bener juga sih yah walaupun kmaren taksi gratis tp jarang liatt dijalanan sepanjang kemang-ciputat hahaha

  10. Sudah 5 tahun nggak naik taksi di Jakarta. Dulu rasanya nyaman-nyaman aja dan selalu jadi moda transportasi yang bisa diandalkan. Tapi ke sininya makin banyak yang komplain sama servis taksi konvensional ya, Mbak?

  11. Setuju, mba. Taksi konvensional suka gak tau jalan dan kadang itu sangat menyebalkan. Kan lucu juga di taksi kita harus sibuk buka GPS, padahal mestinya kita bisa santai dan barangkali tidur.

  12. sedih lihat berita-berita hari ini kak…semoga segera pulih, taksi konvesional dan Taksi Onlen bersahabat lalu mereka menikah dan punya anak yang di namai taksi onlen konvensional. sekian

  13. Nama mereka makin jelek aja atas apa yg terjadi hari ini. Teknologi ga bisa dilawan..

  14. padahal rezeki udah ada yang ngatur ya kak

  15. Sama kak, kebetulan rumah saya di deket senayan, mau pergi kuliah jadi susah…dan harus rela absen jebol hiks

  16. Gagal paham dengan demo anarkis dan juga cara perusahaan taksinya menjelaskan 😦

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s