Film yang bagus adalah film yang menggugah emosi dan memperluas wawasan. Itu prinsip saya, sebuah kesimpulan yang saya temukan setelah nonton ribuan film, dari yang masterpiece sampai yang sampah. Film Inside Out memiliki keduanya. Sedasyat itukah film Disney-Pixar terbaru ini?
Bermula pas tanggal 5 Agustus lalu saat saya mendapat undangan premier film Inside Out di Jakarta, disertai Q&A dengan sutradaranya, Pete Docter. Begitu kelar nonton film ini, rasanya fixed mau ngajak kedua anak perempuan saya yang berumur 8 dan 5 tahun untuk menontonnya. Sejak film dimulai saya terpesona dengan cara Inside Out menggambarkan 5 emosi dasar manusia dengan gamblang, kocak dan menyenangkan. Ada karakter bernama Joy sang emosi bahagia, lalu Sadness, lalu Fear, Disgust dan Anger yang digambarkan sebagai sosok pengisi benak Riley Andersen, seorang gadis cilik umur 11 tahun di film ini.
Sang sutradara dan timnya perlu waktu 5 tahun untuk riset dan mengembangkan ide cerita ini, berawal dari kekagetan dia melihat perubahan perilaku anaknya saat masuk usia pra-remaja. Pihak Pixar studio mengakui bahwa Inside Out adalah film animasi paling complicated yang pernah mereka buat. Mereka konsultasi dengan psikolog dan ahli neuropsychology untuk menggambarkan psyche alias alam pemikiran manusia, serta konflik batin yang umum terjadi saat seseorang mulai memasuki usia remaja. Termasuk pilihan warna pada setiap karakter dan dunianya, semua ada referensi ilmiahnya. Serius banget risetnya, pantes hasilnya bagus!
Lima karakter bernama emosi dasar manusia itu saling berinteraksi, mengobrol dan berantem layaknya manusia. Dipimpin oleh Joy, sosok yang berwarna kuning cerah yang pertama hadir seiring dengan kelahiran Riley. Habis itu si bayi mengalami kejadian yang nggak menyenangkan, lalu nangis dan muncullah emosi sedih, Sadness, digambarkan sebagai gadis cilik berwarna biru. Lalu sosok Fear (warna ungu) untuk menjaga keselamatan si bocah, kita memang perlu sedikit rasa takut agar lebih berhati-hati. Lalu ada Disgust (hijau) dan Anger (merah). Penggambaran karakter-karakter emosi ini sangat menarik dan mudah dimengerti anak-anak.
Film ini lalu menceritakan konflik antar emosi itu sekaligus menggambarkan bagaimana ingatan harian disimpan menjadi ingatan jangka panjang (Long Term Memory/LTM) pada saat manusia tidur, dan soal anak-anak yang sering punya imaginary friend. Ih, jadi inget jaman kuliah Psikologi dulu! Bedanya dulu saya mesti baca text book setebal buku telfon untuk memahaminya 🙂
Kedua anak saya tertawa-tawa menonton film ini, sampai ceritanya berubah dari senang menjadi sedih dan mengharukan, semua mereka nikmati. Ternyata film ini meninggalkan kesan mendalam. Besoknya, Sabai, anak saya yang umur 8 tahun itu pulang sekolah lalu memeluk saya dan meneteskan air mata. Kebetulan saya pulang cepat hari itu, jadi bisa menyambutnya. Saya kaget, dan terjadilah dialog ini:
- Saya: Kenapa nangis Kak?
- Sabai: Tadi jemputannya lama banget, aku sampai tinggal sendirian nunggu di sekolah…
- Saya: Oh… (diam sejenak, saya kehilangan kata-kata penghiburan yang nggak klise. Saya peluk dan usap-usap kepalanya. Lalu tiba-tiba ingat Inside Out).
- Saya: Jadi sekarang si Sadness lagi ada di control room di dalam sini ya? (menunjuk kepala Sabai)
- Sabai: (tersenyum tipis) Iya…
- Saya: Tadi pas sendirian di sekolah juga ada Sadness di dalam sini? (menunjuk kepala Sabai)
- Sabai: (senyumnya makin lebar). Iya, tapi tadi pas nunggu juga ada Fear, sama Anger!
- Saya: Anger-nya sampai kepalanya berasap nggak?
- Sabai: (tertawa, mungkin ingat adegan filmnya) Hehehe… Nggak sih, ada dikit aja!
- Saya: Nah, itu udah ketawa, Joy udah datang ya di dalam sini?
Dan kami berdua pun tertawa. Saya senang tokoh-tokoh di film Inside Out ternyata manjur sekali dalam membantu anak saya menjelaskan emosi-emosi yang dia rasakan. Sabai juga mengerti bahwa emosi bisa kita kelola, bisa datang dan pergi silih berganti. Sabai now understands that it’s okay to be sad, as long as we know how to handle the sadness. Have you watched this movie? How do you feel about it?
September 28, 2015 pukul 9:40 am
wah jadi pengin punya anak *eh…
September 28, 2015 pukul 7:47 pm
Hihihi.. boleh kok!
September 28, 2015 pukul 8:08 pm
haha…. 😀
oya. reviewnya keren…
September 28, 2015 pukul 8:15 pm
Terima kasiiih 🙂
September 8, 2015 pukul 9:02 pm
Aaaakk lucu sekali dialognya di akhir itu kak. Jadi kepingin nonton. Duh aku telat. Udah gak tayang :((
September 10, 2015 pukul 4:31 pm
Waaah… masa sih udah nggak tayang sama sekali?
September 10, 2015 pukul 6:02 pm
Udah gak tayang di bioskop Kediri. Duh..
September 10, 2015 pukul 6:47 pm
Oalaaah… Sayang juga ya. Btw ada bioskop apa di Kediri?
September 10, 2015 pukul 6:47 pm
Golden namanya.
September 10, 2015 pukul 9:33 pm
Thank you infonya.
September 3, 2015 pukul 9:38 am
banyak yang bilang film ini bagus. Saya belum juga nonton. Harus bener0bener diniatin, nih. Pokoknya wajib ditonton 🙂
September 3, 2015 pukul 10:05 am
Iyaaaa… dijadwalkan 🙂
Agustus 29, 2015 pukul 9:49 pm
udh ada rencana mau nonton mbaa ^o^.. Emg harus ditonton nih film.. dr awal iklannya, udh tertarik bgt :).. Mw ajak si kecil yg masih 3 thn sekalian… biar ngetes ni anak udh bs diajak nonton k bioskop blm yaa 😀
Agustus 31, 2015 pukul 3:04 pm
3 tahun udah bisa menikmati, tapi masih perlu dibantu jelasin jalan ceritanya mungkin, krn banyak dialog2nya.
Ping-balik: Inside Out, Ketika Emosi Dijadikan Sebuah Tokoh | cK stuff
Agustus 26, 2015 pukul 12:41 am
Belum punya anak sendiri nih, hmm… ngajak ponakan aja ah
Agustus 31, 2015 pukul 3:03 pm
Hahaha.. bisa!
Agustus 25, 2015 pukul 2:37 pm
Aku udah nonton ini dua kali!
Agustus 25, 2015 pukul 6:12 pm
Ngajak ponakan yg masih kecil nggak?
Agustus 25, 2015 pukul 9:32 pm
Enggak e, masih 3 tahun…
Agustus 25, 2015 pukul 12:33 pm
Ahhh. Ketemu Pete Docter??? Asiknya. Memang filmnya bagus mbak. Imajinasi dalam menciptakannya keren abis.
Agustus 25, 2015 pukul 12:52 pm
IYaaaa!!! Ketemu Pete Docter, seru! hehehe…
Agustus 25, 2015 pukul 12:54 pm
Dia cerita banyak soal ide ceritanya Mbak? Dari anak2nya ya katanya?
Agustus 25, 2015 pukul 1:08 pm
Iya, dia sempat frustrasi gara-gara anaknya yg beranjak remaja mendadak pendiam dan menarik diri. Terus dia mencari tahu sebabnya. Keren ya dari frustration bisa jadi karya hebat 🙂
Agustus 25, 2015 pukul 1:08 pm
Keren bangett.
Agustus 25, 2015 pukul 1:08 pm
Sepakat bangeeetttt…
Agustus 24, 2015 pukul 10:38 pm
Saya jg udah nonton, mbak.
Karena dasarnya emang nggak terlalu suka animasi n belum punya anak (nikah aja belom. Hehee), jadinya gak terlalu berkesan.
Tapi baca postingan ini jadi kepikiran juga.. ntar kalo udah punya anak balita diajakin nonton dvdnya kali yaa.. heu.. 😀
Seru juga ngebayangin dialog sama Sabai.. 😉
Agustus 25, 2015 pukul 8:26 am
Hehehe… iyah, sepertinya ini lebih menyasar ke anak usia TK-SD atau ortu dengan anak usia segitu, pas banget 🙂
Agustus 24, 2015 pukul 9:48 pm
Aku belum sempet nonton film ini, kayak nya lucu juga 🙂
Agustus 25, 2015 pukul 8:21 am
Iyah, lucu kayak kamu cum! 🙂
Agustus 24, 2015 pukul 7:49 pm
Sehari ini baca review film ini 3 kali pada orang yang berbeda. Sekarang benar2 penasaran pengen lihat.
Dialog dengan Sabai menyentuh sekali.
Agustus 25, 2015 pukul 8:21 am
Thank you Denald 🙂
Agustus 24, 2015 pukul 5:47 pm
Istri dari kmrm ngajakin nonton tp belum sempet2 hehee
Agustus 25, 2015 pukul 8:21 am
hehehe… semoga segera sempat 🙂
Agustus 25, 2015 pukul 5:49 pm
Yoi
Agustus 24, 2015 pukul 1:15 pm
Aku nonton ini, sedih sendiri ujung2nya haha karena merasa deket dengan tokoh Joy/Riley yang pengen seneeeng terus dan nyenengi orang lain, akhirnya sedih sendiri deh. Jadi lebih memahami hidup harus boleh egois sedikit 🙂
Salam, Mariska
Agustus 24, 2015 pukul 2:00 pm
Hai Mariska,
Wah, kesimpulan menarik bahwa hidup harus boleh egois sedikit 🙂
Agustus 24, 2015 pukul 2:08 pm
Iya kadang kan kita kayanya suka nggak enakan gini gitu, mau egois dikit juga ga enak sm org, tapi yang rugi ya kita sendiri yak 😀
Agustus 24, 2015 pukul 2:24 pm
Bener juga, ada kondisi tertentu di mana menjadi egois itu perlu ya. Cuma musti peka biar timingnya pas, gitu?
Agustus 24, 2015 pukul 11:22 am
aku mauu nonton ini heheh
Agustus 24, 2015 pukul 1:58 pm
iyaaaa… ajak ponakan yg kecil2 biar lebih seru 🙂
Agustus 24, 2015 pukul 1:58 pm
eh tapi jangan kecil2 amat, usia 6-10 tahun kira2 pas deh 😀
Agustus 24, 2015 pukul 9:22 am
Pengen nonton! Anak satu setengah tahun udah ngerti belom ya? Hehheehe
Agustus 24, 2015 pukul 1:58 pm
kalau usia 1,5 tahun masih butuh bimbingan orang tua, alias dijelasin deh kayaknya 🙂