Masih ingat uang kertas Rp 5000 edisi lama yang ada gambar Danau Kelimutu dan keterangan singkat bahwa itu adalah danau tiga warna? Waktu saya masih kecil dulu nggak percaya melihat uang kertas itu. Saya pikir, mana bisa danau berubah-ubah warna airnya? Akhirnya, awal Juni ini saya dan beberapa teman ke Ende untuk membuktikan secara langsung apakah air Danau Kelimutu benar-benar bisa berubah warna!
Perjalanan kami dimulai Minggu dinihari, jam 01.00 harus check in di terminal 1C bandara Soekarno Hatta untuk terbang dengan Batik Air ke Kupang. Penerbangannya jam 02.30 dini hari, waktu yang nanggung sebenarnya karena jadi nggak bisa tidur nyenyak sepanjang malam. Tapi demi #PesonaEnde yang sudah menanti di depan mata, saya tetap berangkat dengan semangat menggebu. Sampai di Kupang sekitar jam 7 pagi waktu setempat, kami istirahat sambil menunggu pesawat TransNusa yang akan membawa kami ke Ende siang itu. Sambil nunggu ngapain? FOTO-FOTO dong!
Sore pertama kami tiba di Ende langsung menuju ke desa Wolotopo, sekitar 30 menit naik mobil dari pusat kota Ende. Jalan yang berliku menuju Wolotopo terasa menyenangkan karena tiba-tiba di tengah rute ini pemandangan laut lepas terhampar di sisi kanan kami. Mendekati desa Wolotopo , dari kejauhan deretan rumah traditional sudah terlihat bertengger di lereng bukit. Saya sih nggak kebayang jaman dulu gimana ya caranya mengangkut kayu-kayu gelondongan ke atas bukit dan membangun rumah-rumah adat di sana?
Rumah adat di sini disebut Sao Ria Tenda Bewa, dihuni hingga enam keluarga. Jadi begitu masuk, di setiap sisi kanan dan kiri kita langsung melihat dua set tungku terbuat dari batu berbentuk lonjong. Setiap keluarga punya dapur dan tungkunya masing-masing, sehingga acara masak tak perlu merepotkan keluarga lain. Kecuali pada saat pesta adat, dimana kegiatan berpusat di rumah adat ini, barulah empat tungku yang ada dipakai bersama-sama. Di depan rumah, ada relief kayu berbentuk payudara di sisi kanan dan kiri pintu sebagai lambang kesuburan. Uniknya, ada dua macam bentuk, yaitu untuk nona muda dan mama tua. Sebuah ungkapan yang sangat jujur ya?
Suasana tradisional desa Wolotopo makin kental dengan peninggalan kebudayaan megalitik, terlihat dari meja-meja persembahan yang terbuat dari tumpukan batu dan keberadaan batu menhir kecil di depan sebuah gubuk yang konon adalah makam nenek moyang mereka. Semua ini terletak di puncak bukit yang menghadap ke laut lepas, menjadikannya sebuah komplek makam yang cantik!
Malam harinya kami ke Lapangan Pancasila di tengah kota Ende karena di sini ada peringatan hari lahirnya Pancasila. Konon Soekarno dulu menemukan rumusan Pancasila setelah melalui proses perenungan panjang di bawah pohon sukun raksasa dalam masa pengasingannya di Ende tahun 1934-1938. Pohon sukun yang rindang itu masih ada hingga kini, berdiri tegak di tengah taman. Patung sang proklamator pun dibangun di dekatnya, di kelilingi kolam yang menyejukkan tapi sekaligus bikin susah kalau mau foto duduk di samping Soekarno!
Di acara malam itu kita semua diajak belajar menari Gawi, tarian pergaulan orang Ende. Simpel banget gerakannya, mirip Poco-poco tapi polanya lebih fleksibel dan dilakukan dalam lingkaran. Meski gerakannya sederhana, tapi setengah jam aja nari Gawi lumayan bikin keringetan lho! Teman saya Satya sampai gak bisa stop saking senengnya joget Gawi. Etapi dia mah denger suara siulan aja langsung jogeeet… hahaha… *salimkeSatya 🙂
Keesokan harinya bertepatan dengan tanggal 1 Juni, tanggal yang diperingati sebagai hari kelahiran Pancasila. Berada di Ende pada hari tersebut sungguh kesempatan yang istimewa. Kota kecil ini semarak sekali dengan pengibaran bendera merah putih dan umbul-umbul peringatan lahirnya Pancasila. Hasil obrolan singkat saya dengan beberapa warga setempat yang saya temui, mereka bangga bahwa Ende menjadi tempat lahirnya lima falsafah bangsa Indonesia itu.
Rumah tempat Bung Karno dulu diasingkan hingga kini masih dipertahankan bentuk aslinya dalam keadaan sangat terawat dan dibuka untuk umum sebagai museum. Meskipun berstatus ‘diasingkan’ oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya Bung Karno tidak sepenuhnya sendirian. Istrinya, Inggit Ganarsih dan ibu mertunya, serta dua anak angkat mereka, Ratna dan Kartika, turut serta diboyong ke Ende.
Memasuki rumah Bung Karno, saya seolah dibawa berkelana ke masa lalu dengan melihat langsung ruang dalam dan tempat tidur sang proklamator, serta barang-barang yang berkaitan dengan kehidupan beliau dulu. Bahkan ada satu ruangan khusus tempat Bung Karno bersembahyang dan bersemedi. Jangan lupa intiplah ruangan ini kalau kamu berkunjung ke rumah ini.
Lalu ke mana lagi selama di Ende dan sekitarnya? Wiiiih… masih banyak! Pasti kami tidak melewatkan Danau Kelimutu yang sangat terkenal itu, cerita dan foto-foto kecenya klik di sini, lalu mampir juga ke pantai Koka yang cantik dan meneduhkan.
Setelah melihat akun instragram saya, @SwastikaNohara, beberapa teman bertanya, habis berapa buat ke Ende? Nah, semoga angka berikut bisa memberi gambaran:
- Tiket Jakarta-Ende (transit di Kupang) naik Garuda Indonesia one way Rp 2.3 juta
- Menginap di hotel Grand Wisata Ende, kamar standard permalam Rp 550 ribu
- Menginap di Anoteri Logde, Moni, permalam Rp 235 ribu
- Sewa mobil dengan pengemudi dan BBM perhari Rp 700 ribu
- Biaya makan bervariasi antara 25-55 ribu per-orang sekali makan.
Jadi silakan diperkirakan sendiri kira-kira berapa budget yang harus disiapkan, tergantung rute perjalanan mau ke mana saja dan berapa lama. Tips kalau mau lebih hemat, sebaiknya berangkat berempat agar bisa berbagi biaya hotel dan transport saat menyewa mobil. Ada pertanyaan? Silakan tulis di kolom komentar, I’ll do my best to answer them 🙂
Kalau butuh tour guide boleh kontak Leonardus Nyoman, 08123662110 atau 023-852705022 atau via email info@floresexotictours.com
Agustus 17, 2017 pukul 12:14 pm
Jadi rencananya saya mau ke LBJ November ntar. Tapi mengingat sedang hamil dan banyak spot yang kudu treking, kayaknya direskedul. Lalu nemu postingan Mbak Tika ini gegara niat ke Kelimutu. Pertanyaannya, aman nggak jalur perjalanan darat LBJ-Ende buat bumil? Trus pas treking, kayaknya aman ya buat bumil? Makasih, Mbak 😀
Agustus 18, 2017 pukul 10:31 am
Wah, tergantung kondisi kehamilan masing-masing perempuan ya… kan beda2 tuh. Kalau merujuk pada kehamilanku dulu, yg mana sehat2 dan masih bisa aktif kerja, shooting dll, maka perjalanan darat LBJ-Ende aman2 saja, dan masih bisa trekking Kelimutu krn sudah ada tangganya. Jalan pelan2 aja… tapi mungkin kerasa berat kalau udah masuk trimester ke-3.
Ping-balik: Menikmati Simpang Lima Semarang | About life on and off screen
Februari 11, 2016 pukul 2:29 am
Keren Mbak. Saya dari dulu pengen ke sana, cuma belum kesampaian. 😦
Februari 11, 2016 pukul 5:41 am
Semoga segera kesampaian ya 🙂
Ping-balik: Traveling Bikin Kulit Gosong? | About life on and off screen
Agustus 30, 2015 pukul 11:07 am
Menarik sekali laporan perjalanannya..
Sy ada rencana ke Kelimutu.. Travel report anda sungguh sangat berguna buat saya.. Terimakasih…
Agustus 31, 2015 pukul 3:05 pm
Sama2, have fun di Kelimutu!
Juli 7, 2015 pukul 8:37 pm
kapan lah tiket k kota2 di timur sana murah yaaa -__-. kalo pergi ama suami dan anak udh brp ini :D. huehehe… makanya batal mulu pgn k timur mba..
Juli 7, 2015 pukul 8:52 pm
hihihi… emang paling bener nunggu pas promo tiket sih! 😀
Juni 27, 2015 pukul 12:36 am
Hi, infonya sangat membantu! Oya, blh tau utk CP sewa mobil disana? Drivernya itu skalian tour guide saat treking kelimutu atau ga ya? Thanks 🙂
Juni 27, 2015 pukul 5:40 pm
Halo Karina. Coba kontak Leonardus Nyoman, 08123662110 atau 023-852705022 atau via email info@floresexotictours.com
Juni 16, 2015 pukul 8:24 pm
Kakakkkkkkk…kapan kita menari Gawi lagihhhhh
Juni 16, 2015 pukul 8:59 pm
Nanti kita menari Gawi di tepi danau Sentani. Gimana? Sedap kan?
Juni 16, 2015 pukul 9:38 am
Bawa uang 5 jutaan kira-kira bakalan cukup apa nggak iya mba untuk berkunjung kesana? 🙂
Juni 16, 2015 pukul 12:17 pm
Cukup banget kalau mau nginep di guest house gitu. Gpp kan?
Juni 13, 2015 pukul 11:21 pm
Jadi ingat film Ketika Bung di Ende, yang dimainin Baim Wong dan Paramtha Rusady 😀
Juni 13, 2015 pukul 11:42 pm
Nah, film itu diputar di lapangan, layar tancep pas kita di Ende!
Juni 13, 2015 pukul 4:13 pm
Never been there, lalu mengeces baca tulisanmu mak ☺
Seperti biasa, foto-fotomu kereeeen!!
Juni 13, 2015 pukul 4:47 pm
Aaaaaakk… Makasih banyak mak! Yuk kapan ke Ende bareng? Aku masih pengin lagi! Hahaha…
Juni 13, 2015 pukul 2:17 pm
keren mak….wah saya ngiler pengen bisa ke Indonesia Timur. Thanks sharingnya!
Juni 13, 2015 pukul 4:49 pm
Dengan senang hati mak… yuk KEB goes to Flores, trip bareng gitu menarik gak?
Juni 13, 2015 pukul 5:17 pm
wish I could join mak…tp blm memungkinkan nih 😦
Juni 13, 2015 pukul 5:41 pm
No worries 🙂
Juni 13, 2015 pukul 5:42 pm
Ya kali dari Amsterdam ada rencana main2 ke Batavia trus main bareng KEB gitu. Hahaha…
Juni 13, 2015 pukul 5:57 pm
yeah! who knows?;-)
Juni 13, 2015 pukul 10:17 am
Tulisan yang mencengkeram!!! Semoga pariwisata Indonesia makin maju dan berkibar!! terutama di indonesia timurnya!
Juni 13, 2015 pukul 11:52 am
Amiiin! NTT sebenarnya kalau dari zona waktu masuk Indonesia bagian tengah, but yes, semoga semua pariwisata Indonesia maju!
Juni 13, 2015 pukul 9:56 am
Menarik banget tulisannya! Mengalir kayak didongengi…. Tapi ternyata mahal juga ya tiket pesawatnya! Selain Garuda apa ada penerbangan yang lebih low budget mungkin? Atau cara lain yang bisa lebih hemat buat kesana?
Juni 13, 2015 pukul 11:51 am
Thank you. Selain Garuda bisa naik Batik air ke Kupang, lalu TransNusa Kupang-Ende, harganya silakan browsing. Naik kapal dr Surabaya atau Denpasar juga bisa.
Juni 12, 2015 pukul 11:30 am
Kalau aku dari pontianak berarti tiket doang PP 6juta ya mbaakk. Mahaaall. 😔
Juni 12, 2015 pukul 1:54 pm
Iya, mahal yak… kalo gitu perginya sekalian pas ada perlu ke Jawa atau Bali, terus nyambung ke Ende. Jadi murah, tinggal nambah kan?
Ping-balik: 5 Tips Trekking Ke Danau Kelimutu | About life on and off screen