Pagi ini hati saya hancur lagi membaca berita online soal bertambahnya korban (yang baru ketahuan) dalam kasus kekerasan seksual oleh Emon alias AS, pria 24 tahun yang menyodomi sedikitnya 73 anak laki-laki di Sukabumi, Jawa Barat. Sebelumnya, media ramai memberitakan terungkapnya kasus sodomi yang menimpa murid TK Jakarta International School alias JIS, pelakunya beberapa orang petugas cleaning service. Pada kasus ini kabarnya korbannya lebih dari satu tapi orang tua korban lainnya malu atau takut untuk melapor pada kepolisian. Belum lagi kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pemuka agama. Sampai disebut bahwa kasus pedofilia di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia. Sebagai orang tua dengan dua anak kecil, bagaiamana mungkin saya nggak ngeri membaca berita-berita tentang kekerasa seksual tersebut? Terus, apa saya diam saja?
Kalau membaca kisah-kisah kekerasa seksual itu, ingin rasanya saya sayat-sayat muka pelakunya dan diperciki air perasan jeruk nipis. Tapi itu nggak bisa saya lakukan dan sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Saya bukan penegak hukum dan tidak punya akses untuk itu, jadi cuma bisa gregetan saja sambil berdoa semoga si pelaku mendapat hukuman setimpal. Lalu bagaimana dengan anak-anak saya, anak-anak kita semua? Are they safe?
Tugas kita sebagai orang tua untuk melindungi anak. Tapi kita nggak mungkin juga 24 jam terus-menerus berada di sisi anak-anak kita. Jangankan mengawasi 24 jam, bahkan saat main bareng anak di mall pun kadang kita luput mengawasi mereka. Suatu hari saya pernah iseng mengamati kegiatan para ibu dan ayah yang menemani anak-anaknya main di Lollipops, sebuah playground di mal-mal ngetop di Jakarta. Most of the times ibu dan ayah tersebut asik dengan gadget mereka saat menunggui anak-anaknya. Well, saya sendiri juga menunggui anak sambil sesekali ngetwit. Mungkin Lollipops terhitung tempat yang aman bagi anak, sehingga pengawasan orang tua jadi kendur. Lalu bagaimana jika anak tambah besar, dan tidak mungkin lagi kita sertai kemanapun dia pergi?
Membaca beberapa situs online, saya jadi mengumpulkan informasi soal gimana kita sebagai orang tua bisa berusaha mencegah kekerasan seksual pada anak.
– Mengajarkan underwear rule pada anak. Dengan cara yang santai tapi tegas, anak perlu diajarkan bahwa bagian tubuhnya yang tertutup pakaian dalam itu area privat, sama sekali tidak boleh terlihat atau disentuh orang, kecuali oleh ibu dan pengasuh perempuan yang biasa menemani mereka sehari-hari. Saya mengajarkan ini sambil memandikan anak, dan sejak mengerti komunikasi verbal (sekitar 2 tahun) anak sudah bisa memahami hal ini.
– Mengajak anak berbicara soal anggota tubuhnya, termasuk kelamin mereka, dengan cara yang wajar dan santai, serta menggunakan istilah yang sesuai. Jangan ragu untuk menyebut penis atau vagina saat ngobrol soal alat kelamin anak, karena memang itu namanya. Meskipun begitu, anak juga perlu tau sebutan lain yang lazim digunakan untuk kelamin mereka.
– Mengajarkan anak bahwa mereka boleh menolak ekspresi kasih sayang (pelukan, ciuman) dari orang dewasa bila mereka merasa tidak nyaman. Konsekuensinya anak kita mungkin terkesan sombong kalau menolak dipeluk atau dicium om dan tantenya, tapi nggak apa-apalah, dari pada anaknya nggak nyaman dan terpaksa.
– Mengajarkan anak untuk menolak pemberian hadiah apapun, permen, kue, mainan, dari orang yang tidak mereka kenal dengan baik. Atau kalaupun menerima hadiah dari orang yang dikenal, anak tetep harus lapor kepada saya, mendapat hadiah apa dan dari siapa. Soalnya modus pedofil umumnya adalah membujuk anak dengan hadiah, dan banyak pelaku pedofil adalah orang-orang yang dikenal anak.
– Jangan pakaikan asesoris (kalung, kaos, tas) bertuliskan nama anak saat anak bermain di tempat ramai (mall, taman, pasar malam). Bayangkan seseorang tiba-tiba sok akrab memanggil anak kita dengan namanya sambil kasih cokelat atau mainan, hanya karena orang itu membaca nama yang tertulis di kaos anak kita… syerem!
– Jangan posting foto anak yang lagi telanjang (atau cuma pakai baju dalam) di social media, meskipun konteksnya lagi berenang atau mandi di pantai. Para pedofil itu suka mengoleksi foto anak-anak yang mereka peroleh secara online.
– Bila anak hendak pergi berkegiatan, misalnya les atau cari bahan buat kegiatan sekolah, pastikan ada setidaknya 2 orang dewasa dan salah satunya perempuan yang mendampingi. Ini karena menurut salah satu sumber hampir seluruh pelaku kekerasan seksual pada anak itu laki-laki dewasa. Meskipun dalam kasus JIS memang ada perempuan dewasa yang terlibat dengan memegangi korban.
– Kenalilah orang-orang dewasa yang berinteraksi dengan anak, misalnya guru les, sopir jemputan di sekolah, dll. Pelaku pedofil maupun sex prodator bisa siapa saja, termasuk orang-orang yang kenal baik dengan anak, termasuk mereka yang tampak ‘normal’ dalam artian menikah dan punya anak. Situs ini secara deskriptif menjabarkan soal How To Identify A Phedophile.
Pada akhirnya, komunikasi antara anak dengan orang tua memang jadi penting banget. Biasakan ngobrol santai dengan anak soal apa saja, bahkan hal-hal yang kelihatannya remeh bagi kita, bisa jadi penting bagi anak. Saya merasa kurang beruntung tumbuh dalam keluarga dimana pola komunikasinya cenderung dingin, bicara seperlunya saja kalau ada yang penting dan itu biasanya soal sekolah. Jadi saya nggak kenal istilah ‘curhat sama orang tua’ dan saya nggak ingin ini terjadi kepada anak saya. Semoga sampai mereka dewasa pun, anak-anak saya selalu nyaman ngobrol dan curhat sama saya, untuk bercerita soal apapun.
Teman-teman ada yang ingin menambahkan? Atau ingin berbagi cerita soal ini?
Ping-balik: Indonesians Assert #15yearsNOTenough for Child Predators · Global Voices
Mei 30, 2014 pukul 1:39 am
Mengerikan dan menyedihkan memang ttg berita kekerasan anak ini, dan yg bikin geregetan, hukum di indo terlalu lemah, makanya deh tingkat pedofil di indo tinggi. Aku kepikiran buat ksh ilmu bela diri ke anak, trus ttg underwear rule, ga boleh trima hadiah dari org yg ga di kenal maupun yg ga akrab, selalu aku ingetin, tp tetep aja ya hati ini selalu ingin ngawasin anak trus, ttakut dia kenapa2… Doa jg yg tak putus sebagai benteng perlindungan untuk anak. Semoga doa semua para ibu dikabulkan untuk masa depan anak2 indonesia yg lbh baik. Stop kekerasan pada anak.
Mei 30, 2014 pukul 11:35 am
Betul, doa orang tua penting banget. Dan aku juga rencana mengikutkan anak les bela diri, buat jaga-jaga dan anggap saja sekalian olah raga, anak2 kan seneng banget bergerak 🙂
Mei 13, 2014 pukul 9:29 pm
Yang paling menyedihkan , penegak hukum yang gak sensitif terhadap kasus2 ini. Aku punya teman seorang pendamping kasus seperti ini, dia pernah cerita bahwa ada jaksa yang nanya gini : “apa dampaknya (kekerasan seksual) ke anak?”. Ya ampuuuun ini orang jangan nyogok pas jadi penegak hukum. Menyedihkan!
Mei 14, 2014 pukul 10:08 am
Banget. Lack of empathy, mulai dari kepolisian sampai jaksa… sedih ya.
Mei 10, 2014 pukul 8:27 am
Yang tidak kalah penting adalah recovery anak anak korban, mereka butuh perhatian ekstra, kasoh sayang ekstra dari keluarga dan lingkungannya.
Jika tidak kemungkinan mereka akan jadi pelaku akan besar peluangnya..
Prihatin dan miris..makasih mbak
Mei 10, 2014 pukul 8:50 am
Betul sekali, bila sudah terlanjur kejadian penanganan yang tepat, dengan konseling dan therapy menyeluruh mutlak dilakukan bagi si anak. Sayangnya, krn malu, masih banyak orang tua yang malah menutupi dan tidak mencari therapy bagi anaknya ya sepertinya?
Ortunya bisa jadi juga perlu konseling psikologis, pasti shocked juga…
Mei 10, 2014 pukul 2:22 am
Reblogged this on justiceforkevinandjenveybaylis.
Mei 9, 2014 pukul 10:59 am
Omaga ciusan itu indonesia jadi negara dengan kasus pedopil tertinggi di asia ?? Ditengah carut marutnya negara ini, tapi ternyata ada prestasi yg patut di banggakan #Mlenggos #DisambilMartil
Mei 9, 2014 pukul 11:40 am
Yup. Sedih yak? Para pemimpinnya sibuk rebutan kursi ama nyapres aja sih…
Mei 8, 2014 pukul 12:36 am
Dear mbak Tika,
Taught the kids about martial arts/self-defense juga merupakan salah satu cara yang bisa diterapkan, agar mereka juga setidaknya bisa punya self-alarm atau early warning-system terhadap diri mereka sendiri, untuk bisa terhindar dari tindak kekerasan seksual (dan juga termasuk bullying).
Bicara soal kemampuan beladiri, saya cuma bisa bilang,”It’s better SAFE than SORRY”. Hal ini mungkin terkesan teknis sekali, terutama untuk orangtua2 yang super/sok sibuk dan/atau tidak sempat menemani anak2 mereka dalam kegiatan2 ekstrakurikuler, akan tetapi sesungguhnya hal ini amat penting untuk diketahui. Kalau bicara soal karakteristik pelaku pedofilia, mereka punya tingkat agresifitas yang cukup untuk bisa mengintimidasi atau worse: immobilizing the victims alias bikin korbannya terbujur diam kaku dan tidak bisa melawan. That’s where martial arts capability could absolutely save your children’s dignity.
[Intercut]
Beberapa waktu terakhir ini, saya belajar Brazilian Jiu-Jitsu (BJJ). Seni beladiri ini mengajarkan kita untuk bisa survive dalam situasi ground-fighting, atau kasarnya, bertarung dalam kondisi duduk atau rebah, dan bukan dalam keadaan stand-up/berdiri. Di BJJ, kita fokus pada kuncian+submission, serta bisa belajar untuk mengatasi kepanikan, mengatur nafas, dan terutama: how to endure under the pressure-and survive from such attack.
Why BJJ? Biasanya kalau berkelahi dengan metode striking (pukulan/tendangan), semua orang sudah bisa melakukannya secara insting atau naluri. Tapi begitu kita di take-down (terjang sampai jatuh), sebagian besar dari kita pasti langsung panik, gelagapan, dan bingung mau ngapain. Apalagi jika penyerangnya bertubuh besar dan kuat. Nah, di BJJ ini, kita bisa belajar ilmu untuk mengatasi hal tersebut, and from the sparring sessions that i had, technique could definitely overcome power.
There is one BJJ documentary, tentang Royce Gracie, 3 times UFC World Champion ( http://en.wikipedia.org/wiki/Royce_Gracie ). Dia adalah salah satu figur Mix Martial Arts (MMA), yang pada waktu itu membuat dunia tercengang karena melihat kemampuannya dalam mengalahkan lawan2 yang jauh lebih besar dan lebih kuat. Here’s the film, biar bisa lebih punya gambaran jelas tentang signifikansi beladiri ini:
[Cut to main sequence]
Ada salah seorang sohib saya, Comi (@azizcomi) – bassistnya @payungteduh – yang buka Dojo/Fight Camp di daerah Kemanggisan, Jakarta Barat, namanya LUTADOR (@Lutadormmafight). Alamatnya di Jl. Kemanggisan Raya (Batusari) No.B3E Jakarta Barat (021) 53651770. Mereka punya kelas SYNERGY Brazilian Jiu-jitsu, MMA, MUAYTHAI, Kids Anti-Bully & ANTI-RAPE. This might be sound like a mere promotion, but it’s not. Saya tidak dibayar apapun untuk sharing info ini. Saya cuma sekedar menyumbang saran karena peduli akan keselamatan generasi cilik kita. Dan dari yang saya lihat, kemampuan beladiri WAJIB untuk dimiliki oleh anak2, dan harus mulai dilatih sedari kecil.
Until now, there is no proof or evidences that indicates martial arts could make your children became agressive or become such Bully. Justru dalam beladiri, kita diajarkan untuk bisa disiplin, mawas diri, dan lebih peka terhadap sekeliling. And believe me, your kids will gonna need it now more than ever. Ini salah satu video anak kecil perempuan yang sudah mulai berlatih BJJ:
Semoga infonya bermanfaat, dan kedepannya, anak2 Indonesia (dan dunia) bisa terhindar dari kejahatan2 seksual semacam ini, amin ya robbal alamiin. (^_^)
Mei 8, 2014 pukul 6:58 am
Wah, terima kasih banyak infonya Vo. Ide bagus nih utk mengajari anak martial arts. Saya yakin kok di bawah bimbingan yg benar belajar seni bela diri banyak manfaatnya buat anak. Mulai umur berapa tahun anak bisa diajari seni bela diri?
Mei 8, 2014 pukul 10:25 am
Barusan konsultasi sama teman yang pakar bela diri, mendalami bbrp jenis martial arts. Dia menyarankan anak siap latihan bela diri di usia 8 tahun, ketika penguasaan motorik kasar & halusnya sudah matang, kemampuannya menyerap instrusksi verbal jg sudah bagus, dan sense of self nya sudah lebih siap. Memang tiap anak beda-beda, bisa saja usia lebih muda dia sudah siap. Tapi secara umum di umur 8 th itu. (Pertanyaan gue, gue jawab sendiri. Biarin deh dari pada penasaran) 😀
Mei 8, 2014 pukul 10:26 am
Dear mbak Tika,
Untuk kelas BJJ, bisa dimulai dari umur 5 tahun, tapi jika ingin memulai di umur 3-4 tahun juga sudah bisa kok, intinya, ketika si anak sudah mulai punya aktivitas motorik dan berinteraksi di lingkungan sekitar, skill grappling ini sudah bisa mulai di ajarkan.
Di Brazil sendiri, rata2 anak sudah mulai belajar beladiri (BJJ atau Capoeira) di usia dini. The brutally hostile environment yang biasa mereka jalani disana secara gak langsung bikin mereka otomatis belajar survive. There’s usually 2 ways that they can do over there, to be able to survive such condition; Jadi pemain bola, atau martial artist, hehe.
BJJ practice is very playful yet effective. The parents can also join the session, or just help their kids with the training, during spare time, back at home. You can even still have those training just for the sake of health. Kita biasa latihan 1,5 jam, di setiap latihan, ada sesi sparrring bergilir. Kita selalu bisa going full 100%, tanpa khawatir bikin teman latihan kita cedera atau bonyok, and that’s one of my fave parts of having BJJ classes. =)
Ini ada sedikit link info dari Gracie Academy ttg Bullyproof classes:
http://www.gracieacademy.com/bully_proof.asp
http://www.thepostgame.com/features/201108/real-it-gets-victims-schoolyard-bullying-can-fight-back-help-ufc-royalty
Untuk di Jakarta sendiri, program Kids Anti Bully ini seharusnya menjadi kurikulum yang wajib di berikan di sekolah2. By having such program, the kids will be able to allocate their energy into something positive, dan bisa menempa mental mereka untuk jadi pribadi yang lebih kuat, tanpa harus crossing the line/being aggresive. Mereka bisa terlatih untuk menghadapi serangan2 fisik, bahkan sambil dalam posisi duduk santai. For real.
For further infos about this program, you can directly contact my buddy, Comi (@azizcomi) or LUTADOR (@Lutadormmafight). Mereka bersedia untuk bisa bantu ngasi showcase atau trial session. Langsung datang ke Dojo/Fight Camp-nya juga boleh, kelas BJJ ada di hari Selasa & Kamis, jam 19:00-20:30. Untuk kelas Kids Anti Bully, ada di Sabtu jam 11:00-12:30.
Mudah2an infonya bisa bermanfaat & bikin semangad yah, hehe.
Mei 8, 2014 pukul 10:41 am
Wah keren banget Vo! Infonya sangat bermanfaat! Aku tertarik datang untuk liat kelas Kids Anti Bully, sekalian ngajak Bung Ucup juga. Semoga anak-anakku tertarik, sip banget kalo umur 3 thn keatas udah bisa diajari. BIG Thanks!
Mei 7, 2014 pukul 10:22 pm
Aku sedih sama kasus2 yg menimpa adik2 kecil itu..
Ga kebayang gimana mereka menanggung cerita waktu kecilnya tsb saat sudah dewasa. Semoga mereka baik2 saja.
Walaupun pelakunya dihukum juga tetep aja adik2 kecil itu menanggung deritanya 😦
Mei 8, 2014 pukul 7:05 am
Benar, meski pelakunya dihukum, anak2 yg menjadi korban tetap merasakan dampaknya. Setidaknya dengan menghukum berat pelakunya, dan hukuman ini disiarkan di media, para pedofil lain jadi mikir sebelum beraksi. Semoga ada efek jera.
Mei 8, 2014 pukul 7:50 am
Semoga solusi terbaik untuk tindak kekerasan seksual pada anak diterapkan di indonesia. Dan pelakunya jera.
Mei 8, 2014 pukul 8:53 am
Setuju. Amin!!
Mei 7, 2014 pukul 9:59 pm
Aku juga kesel banget mba tiap baca berita ini. Kok ya ada manusia setega itu sama anak kecil. Thanks for sharing ya mba.. Mudah2an nanti kalau udah punya anak juga bisa aku ajarkan ke anakku 🙂
Mei 8, 2014 pukul 7:03 am
Yup Maria, sama-sama 🙂
Mei 7, 2014 pukul 8:53 pm
Noted mba!
Thank u…
Udah jarang nonton tv dan baca berita online jd suka ga tau berita2 sekarang
Mei 8, 2014 pukul 7:02 am
Aku juga jarang ntn tv & baca berita online kalo soal politik… hehehe….
Mei 7, 2014 pukul 8:12 pm
Skat orang asing ke indonesia 😀
Mei 8, 2014 pukul 7:01 am
Dalam kasusnya Emon itu pelakunya org Sukabumi asli
Mei 8, 2014 pukul 8:07 am
Oppss. Hehe
kalau gtu saya cukup berdoa saja. Semoga baik2 saja ank2 yg ada di negeri…
Mei 8, 2014 pukul 9:18 am
Amiiin… amin!
Mei 7, 2014 pukul 5:02 pm
Bener banget wah setiap hari beritanya bikin aku ngelus dada, kok ya ada orang orang seperti mereka..
penjahat perusak masa depan anak.
Mei 8, 2014 pukul 7:00 am
Keji banget ya…
Mei 7, 2014 pukul 4:55 pm
Miris dan sedih mendengar berita belakangan ini yang terkait kekerasan seksual pada anak..
Mei 8, 2014 pukul 6:59 am
Emg, miris banget…
Mei 7, 2014 pukul 4:20 pm
prihatin sekali dengan merebaknya kekerasan seksual pada anak yang terjadi belakangan ini
Mei 8, 2014 pukul 6:59 am
Iya Joe…
Mei 7, 2014 pukul 3:53 pm
Makin hari makin serem kasus-kasus yang terdengar. Thanks for Sharing, Mbak.
Dan aku setuju, at the end komunikasi yang sehat dengan anak (dan antar anggota keluarga) itu sangat penting.
Mei 7, 2014 pukul 3:55 pm
Setujuuu! Semoga keluarga kita selalu dalam lindunganNya ya 🙂