Argo, film karya sutradara Ben Affleck baru saja dinobatkan sebagai film terbaik di Academy Award dan membawa pulang piala Oscar tahun ini. Pengumuman pemenangnya pun dibacakan oleh Michelle Obama melalui live-feed dari gedung putih. Kedua hal ini sontak memicu reaksi keras dari pemerintah Iran. Mereka menuding Oscar kali ini dipolitisir, dan Argo adalah film propaganda Amerika untuk menyudutkan reputasi Iran di mata dunia internasional.
Sampai detik ini belum ada tanda-tanda Argo akan main di bioskop Jakarta. Saya beruntung sudah menontonnya di bioskop Bangkok bulan November 2012 lalu dan seperti yang pernah saya tulis disini, Argo langsung saya nobatkan sebagai salah satu film terbaik di tahun 2012.
Argo berdasarkan pada kisah nyata upaya pembebasan sekelompok diplomat Amerika Serikat yang terkepung ketika amuk massa menduduki kedutaan Amerika di Teheran tahun 1979. Aksi heroik ini dimotori oleh Tony Mendez, seorang agen CIA (dalam film diperankan oleh Ben Affleck). Ide cerita film ini keren, yaitu membebaskan sandera dengan seolah-olah ada sebuah studio Amerika yang berencana membuat film science fiction di Teheran. Tentu ini akal-akalan agar pihak CIA bisa memberikan identitas palsu pada para diplomat yang disandera tersebut sebagai filmmaker, untuk diselundupkan pulang ke Amerika. Film science fiction itu sebenarnya tidak pernah ada.
Bagi penikmat film, Argo menyajikan paduan yang pas antara isu politik, drama dan suspense. Ben Affleck sukses menjadi sutradara sekaligus lead actor dalam film yang menegangkan ini. Tapi bagi pemerintah Iran, Argo bagaikan genderang perang yang ditabuh di puncak bukit hingga seluruh dunia mendengarkan. Ben Affleck sukses menjadi orang pertama yang mereka hujat, antara lain melalui pernyataan Menteri Kebudayaan Iran yang mengatakan, ‘Argo tidak ada nilai artistiknya sama sekali.’ Saya tak dapat menyangkal bahwa Argo layak disebut sebagai film propaganda Amerika Serikat. Film ini menunjukkan betapa agen CIA cerdik mengatur siasat mengelabui pemerintah dan petugas imigrasi Iran untuk membebaskan diplomat mereka. Tapi Argo justru sangat artistik dalam mengemas propagandanya. Film ini sangat memukau dalam menghidupkan kembali setting tahun 1979 dan merekonstruksi aksi massa yang mengamuk di kedutaan Amerika, apalagi ada beberapa shots yang langsung membandingkan dengan foto-foto peristiwa aslinya. Begitu nyata, surreal!
Saya dapat memahami kemarahan pemerintah Iran atas populernya Argo, apalagi setelah menang di tiga ajang penghargaan film paling bergengsi yakni BAFTA, Golden Globe dan Oscar. Sudah pasti Argo tidak beredar di bioskop Teheran, tapi DVD bajakannya cukup mudah ditemukan di sana dengan harga kurang dari 1 US dollar. Sejalan dengan pemerintahnya, reaksi warga Iran rata-rata juga bernada protes. Meski demikian, saya salut dengan cara protes mereka. Pemerintah Iran bersedia mendanai pembuatan film tandingan, sebagai pernyataan politis mereka merespon film Argo.
Ataollah Salmanian, seorang aktor/sutradara Iran sudah menyatakan mau membuat film berjudul Joint Staff sebagai balasan untuk Argo yang menurutnya terdistorsi. Tak mau kalah dengan Ben Affleck yang mengangkat cerita berdasarkan kesaksian Tony Mendez, agen CIA asli, film bikinan pemerintah Iran ini berdasarkan kisah nyata tentang 20 sandera Amerika Serikat yang diserahkan kembali kepada pihak kedutaan Amerika oleh kaum revolusioner Iran. Iran, dengan segala keterbatasan teknologi dan ketatnya aturan dalam berkesenian, memang punya iklim perfilman yang bagus. Banyak sekali film Iran yang dibuat dalam kesederhaan skala produksi tapi sangat menarik ditonton. Mereka punya jajaran sutradara, aktor dan aktris yang bagus. Salah satu film Iran yang sangat bagus, A Separation karya sutradara Asghar Farhadi, berhasil menang Oscar tahun lalu sebagai best film in foreign language. Jadi saya yakin niat mereka membuat film balasannya Argo ini tidak main-main, dan saya menunggu dengan antusias seperti apa nanti jadinya film balasan tersebut. Protes terhadap film dijawab dengan membuat film. Keren kan!
Lalu bagaimana reaksi Ben Affleck dengan rencana film balasan dari pemerintah Iran ini? Tentu dia sangat bangga filmnya mendapat respon luar biasa seperti itu. Filmmaker mana yang tidak akan tersenyum lebar bila karyanya direspon sebegitu serius oleh sebuah negara. Dari segala kontroversi ini, tersisa satu pertanyaan bagi saya. Bila suatu saat filmmaker Hollywood membuat film yang dianggap menjelekkan pemerintah Indonesia, bagaimana ya kira-kira respon pemerintah kita? Apakah presidennya hanya akan prihatin belaka?
Maret 16, 2013 pukul 4:35 pm
Iya, krn gak tega makanya diperhalus tuh 🙂
Maret 16, 2013 pukul 1:04 pm
Haduh.. mau menjelekkan negara sendiri dan bilang gak mampu kok gak tega juga yak..
Maret 5, 2013 pukul 11:33 am
Hahaha… bagus juga tuh Jen! Harusnya Iran fund raising buat bikin film Operation Eagle Claw yg kesohor itu 🙂
Maret 5, 2013 pukul 12:09 am
Seandainya punya duit banyak dan teknologi VFX selevel Hollywood, kurasa Iran akan bikin film tentang Operation Eagle Claw..
Maret 2, 2013 pukul 4:37 am
saya kira sebenernya Argo ‘cukup berimbang’ menggambarkan konflik waktu itu,
pas di montase awal film , naratornya juga jelas menunjukkan bahwa biang keladinya memang intelijen AS (CIA) yang membantu Shah mengkudeta PM Iran yang waktu itu dipilih secara demokratis,
jadi ga serta merta memposisikan Iran sebagai villain,
soal menang Best Picture oscar, yah inilah film paling aman, feel-good movie, tidak ada bahasan torture atau ‘gambaran sesungguhnya CIA’ seperti yg ada di Zero Dark 30, malah disini CIA (AS) lah pahlawannya ^^
Maret 5, 2013 pukul 11:35 am
Secara proporsi mmg cukup imbang, hanya saja bbrp adegan menjelang mereka naik pesawat utk meloloskan diri dari Iran, itu mengesankan petugas (yg adalah representasi pemerintah) Iran bego-bego… Dan ini cukup utk bikin pemerintah sebuah negara sebel.
Februari 28, 2013 pukul 12:21 pm
tenang… gak ada di bioskop pun film ini sudah ada di HD saya.. tinggal nunggu waktu senggang buat menontonnya 😀
Maret 1, 2013 pukul 8:12 am
Sodara Ipied! hahaha…
Februari 27, 2013 pukul 3:31 pm
Kalo saya, sama sekali ga tertarik utk menontonnya, hehehe….
Salam kenal……….
Februari 27, 2013 pukul 12:53 pm
kalo tayang di sini, kira2 dalam waktu berapa lama FPI dan ormas nganuh2 lain bakal demo ya? XD
Februari 27, 2013 pukul 8:30 pm
Wah, mungkin dalam tempo yang sesingkat-singkatnya sih No 🙂
Februari 27, 2013 pukul 10:40 am
Dem, dari semua film yang masuk kategori Best Picture baru nonton Django saja *facepalm*
Tapi memang pantes sih kalo Iran nuding ini propaganda, apalagi yang ngumumin Michelle Obama. Dan soal paragraf terakhir, udah ga bakal prihatin sekarang mbak, pak Beye udah cibuk ngurusin si biru-biru 😛
Februari 27, 2013 pukul 11:34 am
Masa Life of Pi sama Les Miserables blm nonton? Zero Dark Thirty juga bagus. Lincoln bagiku biasa aja.
Februari 27, 2013 pukul 10:22 am
Ulasan yang menarik..mba tika. Kreatif banget cara balas dendamnya. Gak ada yang terluka dan gak perlu pake demo demo segala. Tapi bisa kasih impact yang baik. Seharusnya kayak gini juga di Indonesia, pake cara yang lebih kreatif untuk menyampaikan pendapat dan kekecewaan gak dengan cara bikin macet jalan ..hehehe ngomong apa sih saya.
Makasih mba Tika.
Februari 27, 2013 pukul 11:33 am
hahaha…ribet juga kalo mereka mau demo, masa harus menggalang massa di depan Kodak Theatre LA?
Februari 27, 2013 pukul 11:41 am
Hahahaha bener bener…biayanya lebih mahal dari bikin film kayaknya..hahaha
Februari 27, 2013 pukul 10:19 am
kayaknya ga bakal masuk sih ke sini, wong kemaren sama distributor-nya dibatalin kok mau dimasukin ke sininya..

mari berburu bajakan saja… #eh
Februari 27, 2013 pukul 11:32 am
wah wah wah… Masa harus ke Singapore cuma buat nonton bioskop?
Februari 27, 2013 pukul 8:45 am
Film yang dibuat berdasarkan kisah nyata pasti selalu diikuti protes dari sisi mereka yg merasa film ini tidak lengkap hingga film ini diberi label “kontroversi”. Kisah nyatanya sendiri banyak melibatkan banyak pihak, apalagi saat itu menjadi sorotan dunia. Tentu saja Iran dan USA adalah dua sisi yang paling punya kepentingan dalam peristiwa bersejarah ini. Apakah tuduhan Iran bahwa film ini adalah propaganda pemerintah USA? Jawaban saya mungkin 🙂 karena saya belom nonton 😀
Februari 27, 2013 pukul 8:49 am
Soal kontroversi, mengingatkanku pada film The Act of Killing-nya Joshua Oppenheimer juga menuai protes di Indonesia. Ayok om Gun, ke Bangkok buat nonton Argo! hehehe… udah abis juga kali masa tayangnya disana
Februari 27, 2013 pukul 8:38 am
*baca kalimat terakhir* prihatin tok mbak #Done #Period #MeluPrihatin #RakUwisUwis hihihi
Februari 27, 2013 pukul 8:41 am
hahaha…. dari pada prihatin mending ajak aku makan loenpia Dut 🙂