Kapan terakhir kali kalian menulis dengan tangan hingga memenuhi setidaknya satu lembar kertas ukuran A4? Mungkin ada yang sudah 5 tahun tidak pernah lagi menulis panjang, lebih dari 1000 kata dengan pulpen di atas kertas. Yup, kita semakin jarang menggunakan kesepuluh jari tangan kita untuk menulis kalimat-kalimat panjang yang komprehensif.
Bahkan ketika saya mentwit soal keinginan saya belajar graphology, teman saya, Ananda Sukarlan, membalas twit itu dengan kalimat yang menohok. Andi tidak salah. Manusia modern memang semakin senang mengelus dan membelai keypad gadget mereka untuk menghasilkan tulisan. Padahal sebenarnya banyak sekali informasi yang bisa kita gali dengan mengamati tulisan tangan seseorang. Bahkan kita juga bisa melakukan therapy melalui tulisan tangan.
Akhir pekan ini saya beruntung mendapatkan undangan mengikuti workshop Grapho-Parenting melalui Superkids Indonesia. Seperti terlihat dari judul kegiatannya, workshop ini melatih para orang tua dan tenaga pendidik untuk memanfaatkan graphology bagi kecerdasan sosial, emosional dan intelektual anak. Graphology itu apa sih?
Graphology is the pseudoscientific study and analysis of handwriting, especially in relation to human psychology. In the medical field, the word can be used to refer to the study of handwriting as an aid in diagnosis and tracking of diseases of the brain and nervous system.
Workshop dibuka dengan membahas dasar-dasar graphology, apa saja yang harus diperhatikan ketika menganalisa tulisan tangan seseorang dan makna dibalik setiap goresan dari tulisan tangan tersebut. Analisa untuk tulisan tangan anak-anak, remaja, dewasa muda (dibawah 25 tahun) dan orang dewasa berbeda-beda. Kalian mungkin merasakan kalau tulisan tangan kalian semasa kelas 6 SD berbeda dengan tulisan semasa SMA, dan berbeda lagi dengan tulisan tangan yang sekarang. Ini lumrah. Tulisan tangan kita cederung berubah, bisa sedikit saja bisa juga banyak, seiring dengan perkembangan inteletual dan kematangan emosional. Jadi pendekatan graphology untuk berbagai kelompok umur pun sedikit berbeda, meskipun banyak prinsip dasar yang sama.
Khusus untuk anak-anak (sejak anak bisa menulis hingga usia 13 tahun), melalui graphology kita bisa:
- Menganalisa karakter seseorang
- Mendeteksi masalah perkembangan yang dialami anak, repressed fear, anger, anxiety, trauma maupun tekanan fisik dan psikis yang dialami anak.
- Mendeteksi kesulitan konsentrasi, motivasi dan berbagai gangguan belajar lain yang dialami anak.
- Menterapi berbagai masalah yang disebutkan di atas.
Sudah lama saya dengar kalau graphology bisa digunakan untuk mempelajari karakter seseorang. Tapi graphology untuk terapi kepribadian, kesulitan belajar dan gangguan emosional, baru kali saya pelajari. Terapi tulisan tangan ini efektif untuk dilakukan pada anak-anak di bawah usia 13 tahun. Buat orang dewasa juga bisa, tapi prosesnya akan lebih panjang dan perlu komitmen super serius karena semakin dewasa semakin sulit untuk mengubah pola tulisan dan pola perilaku seseorang.
Secara ringkas, proses terapinya dimulai dengan menganalisa tulisan tangan anak di buku tulis atau buku catatan yang biasa dia pakai di sekolah. Bisa juga dengan meminta anak menulis beberapa paragraf yang cukup panjang di atas sehelai kertas HVS. Dari hasil analisa tulisan tangan ini dapat terbaca kecenderungan-kecenderungan karakter anak, yang mungkin perlu terapi, contohnya ada di paragraf berikutnya. Bila tidak ada kecenderungan ekstrim yang perlu terapi, bagus! Meski begitu, terapi grafologi tetap bisa dimanfaatkan untuk membentuk karakter anak, dengan cara meluangkan waktu 10 menit saja setiap harinya untuk bersama anak belajar menulis tegak dengan bentuk huruf dan penekanan yang konsisten di atas kertas.
Salah satu kasus yang kami pelajari adalah seorang anak lelaki kelas 3 SD yang hampir dipindahkan sekolah oleh ibunya karena sejak masuk SD prestasinya dianggap buruk, selalu masuk peringkat 10 besar dari bawah. Ibu anak tersebut sudah berusaha keras membimbing proses belajar anak dan menerapkan disiplin yang tegas, tapi si ibu merasa tidak berhasil.
Anak ini, sebut saja Deddy, dibawa ke sang grapholog dan dianalisa tulisan tangannya yang terlihat memenuhi salah satu buku tulisnya. Deddy juga diminta menjalani Doodle test, semacam test psikologis melalui coretan tangannya. Dari sini terlihat bahwa Deddy sebenarnya merasa tertekan dengan tugas sekolahnya, tuntutan ibunya dan bully oleh teman-temannya. All of his anger, solitude, fear and anxiety was shown right there on the paper. Maka Deddy pun menjalani graphotherapy alias terapi tulisan tangan sejak bulan April hingga ujian kenaikan kelas. Deddy yang mulanya penyendiri, agresif dan moody, berangsur-angsur semakin baik dalam bersosialisasi dan berkonsentrasi. Saat hasil ujian kenaikan kelas keluar, nilai Deddy masuk ke deretan 10 besar yang terbaik di kelasnya. Deddy juga menjadi lebih tenang, percaya diri dan termotivasi untuk mempertahankan prestasinya.
Itu kisah Deddy, apa kisahmu?
Para grapholog yang tergabung dalam Alesi Indonesia ini juga menganalisa tulisan tangan anak-anak yang masuk rutan gara-gara berbagai kasus, mulai dari pencurian hingga pembunuhan. Kami sempat diperlihatkan tulisan tangan seorang anak usia 15 tahun yang membunuh adik kandungnya berusia 10 tahun. Tulisan tangan anak itu menunjukkan adanya agresiveness dan kemarahan terpendam pada kedua orang tuanya.
Pada workshop ini, graphology digabungkan dengan doodle test agar analisanya lebih komprehensif. Pada prinsipnya doodle test ini meminta testee untuk melengkapi stimulus gambar dalam sebuah bidang di atas kertas yang diberikan. Saat melihat stimulusnya saya langsung melihat ada kemiripan dengan Wartegg test. Keduanya merupakan non-verbal projective test. Bedanya, doodle test ini boleh digunakan oleh non psychologist yang sudah mendapatkan pelatihan.
So guys, mungkin sekarang saatnya kalian memperhatikan bentuk tulisan tangan kalian (atau tulisan tangan pacar), mulai dari margin kiri-kanannya, base line horizontalnya, bentuk huruf kapitalnya, huruf kecilnya, jarak spasinya dan tekanan goresan bolpennya, karena semua itu punya makna. Are you ready to know your self?
Juli 29, 2013 pukul 10:51 am
Saya termasuk yang bsa dibilang tertekan, karna tuntutan orang tua dan tekanan di rumah karna terlalu sering dibanding²kan dengan kakak saya, dan sudah 2 tahun ini saya mempelajari tekhnik ini, bisa dibilang perubahan tulisan saya memang sangat mempengaruhi emosi dan kepribadian saya.
Sulit awalnya untuk merubah tulisan tangan saya, tulisan tangan saya yang sudah berumur diatas 20 taun sama seperti tulisan tangan ank SD, berantakan semua, dari buku yang pernah saya baca, memang saya termasuk orang yang tertekan dsb.
Syukurlah akhirnya saya mempelajari sendiri merubah tulisan saya, walaupun baru sedikit perubahan nya, padahal udah 2 taun saya mempelajarinya (╥﹏╥)
Juli 29, 2013 pukul 10:49 am
Saya termasuk salah seorang yang bisa dibilang tertekan, karna tuntutan orang tua dan tekanan di rumah karna terlalu sering dibanding²kan dengan kakak saya, dan sudah 2 tahun ini saya mempelajari tekhnik ini, bisa dibilang perubahan tulisan saya memang sangat mempengaruhi emosi dan kepribadian saya.
Sulit awalnya untuk merubah tulisan tangan saya, tulisan tangan saya yang sudah berumur diatas 20 taun sama seperti tulisan tangan ank SD, berantakan semua, dari buku yang pernah saya baca, memang saya termasuk orang yang tertekan dsb.
Syukurlah akhirnya saya mempelajari sendiri merubah tulisan saya, walaupun baru sedikit perubahan nya, padahal udah 2 taun saya mempelajarinya (╥﹏╥)
Agustus 2, 2013 pukul 6:35 pm
Wow!! Keren banget! Terusin Ulfa, pasti pelan-pelan you’ll be a happier person 🙂
Juni 5, 2013 pukul 11:00 pm
sekarang jarang nulis, sering ngetik.. bisa nggak mak baca tulisanku.. bisa kirim di sini? 😀
Juni 6, 2013 pukul 8:57 am
aku belum berani mbak… aku bukan profesional di bidang grafologi, waktu itu ikutan workshop cuma buat belajar & diterapkan pada anak aja. Mending kontak ke grafolog beneran, mau?
Juni 5, 2013 pukul 6:53 pm
Wahhh… Ternyata dari tulisan tangan bisa dibaca kepribadiannya ya mbak?
Jadi pengen belajar nih… 😉
Juni 5, 2013 pukul 7:19 pm
Iya, bisa. Bisa belajar di workshop ini, 2 hari full day, lumayan utk dipraktekkan sendiri
Juni 5, 2013 pukul 5:49 pm
mau coba ahhh makasih ya
Juni 5, 2013 pukul 5:54 pm
YAY!! Ntar kabari hasilnya gimana ya?… 🙂
Desember 26, 2012 pukul 10:17 am
waaahhh, menulisnya saja malas apalagi belajarnya ya mbak. hihi..
tapi sampai sekarang aku masih suka menulis tangan loh mbak, apalagi untuk catatan keuangan, lebih pas aja gitu rasanya 😀
Juni 5, 2013 pukul 4:38 pm
nah aku sebaliknya! untuk catatan keuangan lebih suka mengandalkan excel biar pas ngitung nggak ribet 🙂
Desember 20, 2012 pukul 8:56 am
menarik, Saya sampai sekarang masih suka nulis tangan kalau lagi jalan2 ke suatu tempat, walau gak panjang2. untuk graphology belum pernah coba, tapi jadi tertarik, paling gak mengetahui diri sendiri dari tulisan tangan sendiri *mbulet*
Desember 22, 2012 pukul 8:45 am
Iya, mmg menarik banget 🙂
Desember 19, 2012 pukul 12:23 pm
aku pengen dibaca juga donk mbaaa… etapi aku punya dua jenis tulisan.. ketika jadi dokter gigi dan pas enggak… piye mbacanya? :0
Desember 22, 2012 pukul 8:43 am
hahaha…. kapan kalo kita kopdar bawa aja salah satu buku catatanmu yg full tulisan (terserah yg mana) dari margin kiri ke kanan ya
Desember 18, 2012 pukul 2:48 pm
aku masih suka nulis tangan, karena ada hal-hal yang menurutku lebih enak pake tulis tangan. Soal graphology masih belum terlalu yakin, karena dulu pernah ikut finger print test untuk melihat kepribadian anak, saat kika bermasalah di sekolah, ada beberapa hal yang cocok ada banyak yang tidak hehee… Pada akhirnya tetep pake feeling dan baca buku atau dengar cerita orang tua lain. Etapi kalo ada yang ngajak belajar graphology gratisan mau aja sih hahaa..buat nambah referensi setelah belajar NLP dan finger print test. 🙂
Desember 18, 2012 pukul 8:34 pm
buatku graphology ini semacam alat bantu gitu Mbak Ai, dalam konteks belajar dan perkembangan anak. Tapi tentu perlu bukan satu2nya pertimbangan dalam mengambil keputusan 🙂
Desember 18, 2012 pukul 11:20 am
hoho sudah berabad2 rasanya tidak lagi nulis pake pake pen(sil). tapi dulu tulisanku selalu berubah2..:)
Desember 18, 2012 pukul 8:10 pm
Mas Karmin sih udah lebih banyak nulis pake jempol juga! hahaha…
Desember 17, 2012 pukul 11:39 am
jeung Sabai keren, tulisannya udah keluar aja hahaha
aku kemaren pulang langsung ngecek tulisan si anak naga jadinya hahahaha
Desember 17, 2012 pukul 12:28 pm
Hah? Anak naga bisa nulis ya? kirain cuma bisa nyemburin api… hehehe…
Desember 17, 2012 pukul 10:45 am
pseudo-science :))) pas angkatanku, grafologi cuma disinggung dikit sekali. yang ditekankan graphis ama wartegg. sekarang usaha mo naik daun lagi ya?
tapi utk tes proyektif, kenapa paling favorit adl rorsschah ya. padahal interpretasinya rumit. tp suka bet.
ayo mbaaa, refresh psikologinyaaaa :)))
Desember 17, 2012 pukul 11:14 am
yup. malah di Psy UI jaman angkatanku gak dibahas blas. Justru krn gak dapet di kampus dulu maka aku cari2 sendiri. Menarik dan aplikatif dalam konteks utk mengoptimalkan perkembangan anak normal. Kalau utk klinis? Ndak tau sayaaa…. hahahaha….
Desember 17, 2012 pukul 10:29 am
nyatet-nyatet di logbook masih termasuk nulis nggak?
tapi tulisanku jelek sih… -___-
dari dulu jelek.. -__-
Desember 17, 2012 pukul 10:39 am
Graphology buat soal bagus atau jelek kok Dil… so no worries 🙂
Desember 17, 2012 pukul 10:09 am
Mbak Tika bisa baca tulisanku juga?
Desember 17, 2012 pukul 10:38 am
belum tau Chik, belum pernah liat tulisan tanganmu soalnya. Mari sini…
Desember 17, 2012 pukul 10:03 am
tulisan tanganku ndak mesti itu mbak. kadang bisa rapi, kadang cakar ayam. berarti aku inkonsisten juga begitukah? 😀
Desember 17, 2012 pukul 10:40 am
Biarpun sekilas kayak inkonsisten tapi pasti ada elemen2 yg konsisten muncul. Jadi mmg perlu dilihat dari banyak sampel tulisan tangan, jangan cuma 1 lembar/beberapa kalimat
Desember 17, 2012 pukul 8:42 am
Aku bahkan malu liat tulisan tanganku skr mba. Kt nyokap udah kayak cakar ayam hehe
Desember 17, 2012 pukul 9:25 am
Masa sih? coba di foto dan tampilkan di sini tulisannya 🙂