Siapa sih yang nggak suka coklat? Meski warnanya gelap, tapi rasanya nikmat. Bisa diolah menjadi berbagai makanan, bisa dicampur ke dalam aneka hidangan lezat. Apalagi kalau bahannya coklat Belgia yang terkenal di seantero dunia. Nah, saya heran, tanaman coklat itu asalnya dari Amerika Selatan dan pohon coklatnya pun ditanam di daerah tropis, tapi banyak orang tergila-gila pada coklat dari Belgia. Beberapa hari lalu, saya menemukan jawabannya langsung dari seorang chocolatier handal, Laurent Bernard yang datang khusus ke Jakarta untuk memperagakan cara membikin coklat nan lezat.
Bertempat di sebuah resto nyaman bernama Emilie, bersama teman-teman dari Curipandang & Ngerumpi kami dijamu makan siang ala Perancis. Appetizernya prawn salad, main coursenya grilled chicken with mashed potato dan dessertnya…. ke laut! Yup, penyelenggara kurang memperhitungkan waktu jamuan makan. Jeda antara penghidangan starter & main course telalu lama, sehingga saat dessert baru keluar di satu meja (kami duduk di beberapa meja terpisah) eh, semuanya sudah diminta naik ke lantai 2 karena demo coklatnya sudah mau mulai. Alhasil tamu-tamu di meja lain cuma bisa ngiler melihat dessert yang kayaknya ice cream dengan saus coklat dan agak malas beranjak ke lantai 2.
Untungnya di lantai 2 telah siap menyapa Laurent Bernard, sang chocolatier yang ramah dengan peralatan tempurnya. Saya baru tau kalau memasak dan membuat coklat itu rumiiiitnya setengah hidup! Suhu coklat leleh harus selalu terjaga, 28 derajat celcius. Maka Laurent selalu mencelupkan alat pengukur suhu ke dalam baskom adonan coklat lelehnya. Dan sodara-sodara…. sebaskom coklat leleh itu… yang lezat menggoda itu… seenaknya dia tuangkan di meja marmer!! Syuuuurr… coklat leleh sebaskom dituang gitu aja!!! Kan jadi pengin jilatiiiin!!! Eh, jilatin coklatnya atau Laurent-nya? Huehehehe..
Intinya membuat coklat itu rumit, njilmet, alatnya banyak dan beragam. Nggak heran coklat yang berkualitas itu harganya mahal. Pasti monsieur Laurent bayar mahal untuk sekolah bikin coklat, belum lagi harga alat-alat masaknya, belum lagi kemasannya. Beda dengan coklat bar yang diproduksi masal, misalnya coklat Ayam Jago, yang harganya bisa murah. Tapi rasanya ya gitu deh…
Dulu banget coklat hanya bisa dinikmati sebagai minuman oleh suku Maya, lalu dibawa bangsa Spanyol ke Eropa dan menjadi minuman mewah raja-raja, karena ongkos transport biji coklat & proses pembuatannya mahal luar biasa. Baru setelah tahun 1750 ketika revolusi industri lagi trendy, dibuatlah bubuk coklat serta chocolate bar secara massal dengan mesin sehingga dengan harga murah rakyat jelata bisa menikmat coklat.
Dan coklat sangat sensitif pada perubahan suhu. Jadi kalau kita meninggalkan coklat di mobil, lalu meleleh, lalu kita masukkan kulkas sampai keras lagi nanti rasanya bakal berubah. Karena sewaktu meleleh itu si coklat terurai, kandungan air dan minyak terpisah tanpa bisa menyatu lagi meski sudah didinginkan di kulkas hingga keras kembali. Yaaah…memang apa yang sudah terpisah sulit untuk disatukan kembali! (Apa siiih….)
PS: Laurent’s photo was taken by Curipandang
Agustus 19, 2010 pukul 9:55 am
asyem! bacanya siang-siang pas puasa!! 😈
Agustus 24, 2010 pukul 5:22 pm
Menambah pahala mas… hihihi..
Agustus 18, 2010 pukul 10:44 am
petani jabon makan coklat.. paling dalam bentuk kue doang,, hehe
Agustus 24, 2010 pukul 5:22 pm
Petani Jabon? “Jabon” apa sih kak?
Agustus 16, 2010 pukul 2:11 pm
“memang apa yang sudah terpisah sulit untuk disatukan kembali!”
daleeem… *eh, bukannya lagi bahas cokelat?* *siram bensin*
Agustus 24, 2010 pukul 5:23 pm
Byuuur!! *Siram bensin-nyalain korek*
Agustus 14, 2010 pukul 9:54 pm
Coklatnya manis, yg bikinnya ganteng. Cucok.
Agustus 24, 2010 pukul 3:12 pm
Dia masih single lho non… hihihi…
Agustus 11, 2010 pukul 4:54 am
Jadi inget anime-anime, cewek2 bikin cokelatnya sendiri pas valentine…. 😳
Agustus 24, 2010 pukul 3:12 pm
eh, daku juga bikin lho… bikin habis coklat alias dimakan!