Alkisah di negeri nan jauh, di antara hamparan padang savana maha luas, hiduplah berbagai suku bangsa Kazakhs yang saling bermusuhan. Demikianlah film ini dibuka, disertai pemandangan ciamik yang menggugah hati untuk segera mengecek apakah warga Indonesia perlu visa untuk mengunjungi Kazakhstan.
Suku Jungar adalah yang paling kuat, dengan kepala suku yang menyukai peperangan dan aroma darah. Hanya ada satu cara untuk meruntuhkan dominasi suku Jungar, yaitu berbagai suku di Kazakhstan harus bersatu padu melawannya. Dan hanya ada satu orang yang sanggup menyatukan berbagai suku itu, the chosen one. Seorang pengelana bijak yang mahir bela diri mendapat wangsit akan kehadiran lelaki pilihan ini.
Tentu kepala suku Jungar mendapat bocoran akan lahirnya lelaki pilihan ini dan menjadi gelisah karenanya. Mudah ditebak, si pengelana menyelamatkan bayi lelaki pilihan yang sesungguhnya putra raja itu untuk dibesarkan dalam penyamaran di padepokannya.
Dua puluh tahun kemudian. Sang bocah, Mansur, tumbuh menjadi ksatria gagah berani dan baik budi, dan bersahabat erat dengan Erali, yang juga tampan dan tangguh. Mereka jatuh cinta pada seorang gadis manis bernama Gahar. Sebuah epic dengan adegan pertempuran yang masif dan pertumpahan darah yang membanjir, plus bumbu cerita cinta segi tiga, menjadikan Nomad film yang enak untuk ditonton meski tidak terlalu istimewa.
Selain adegan berantemnya yang ciamik, saya juga terpesona dengan ‘rekonstruksi’ cara berpakaian, berdandan, rumah, dan gaya hidup suku-suku Kazakhs tahun 1800an. Dengan asumsi film ini risetnya tidak melenceng terlalu jauh, cara berpakaian dan dandanan mereka menarik, perpaduan antara gaya Mongolia dan Persia.
Lalu, berhasilkan Mansur mengalahkan keangkuhan kepala suku Jungar dan menyatukan suku-suku Kazakhs? Siapakah yang berhasil merebut hati Gahar, si gadis manis? Silakan tonton sendiri. Film keluaran tahun 2006 ini memang baru masuk ke jaringan bioskop Indonesia tahun 2009, itu pun tidak bertahan lama kecuali di bioskop-bioskop daerah Pluit, Gajah Mada dan sekitarnya yang tayang lebih dari dua pekan.
Film ini diproduseri oleh The Weinstein Company, yang tampaknya menggemari dan punya perhatian khusus pada film laga dengan background sejarah atau dengan nuansa lokal non-barat. Padahal Indonesia kan punya banyaaak banget cerita sejarah atau hikayat dengan pertempuran kolosal yang pasti bernuansa tradisional ya? Wahai sineas Indonesia, mari dekatilah perusahaan ini!