Masih ingat Dara? Yup. Dara yang tempo hari terluka. Seperti janji saya, kami akhirnya nonton 3 Idiots, film India yang kocak gila, biar Dara kembali tertawa. Saat nonton film, kami berdua tertawa sekaligus meneteskan air mata. Dara tampak menikmatinya. Mudah-mudahan dia sudah lupa luka di hatinya.
Kemudian, diluar bioskop, segera setelah film selesai.
Dara: Keren!! Gue kayak ditampar gitu selama nonton!
Saya: Hah? Kenapa lagi lo?
Dara: Ya itu… Si Idiot edan itu! Emang bener banget tuh film! Biar pun keliatannya konyol, gokil, rusuh tapi sebenernya ceritanya dalem banget lho Bai. Do what you love, and success will follow. Apa iya ya semua orang bisa gitu?
Saya: Ngg… bisa kali ya. Elo bisa?
Dara: Tauk! I’m obviously not doing what I love!
Saya: Tapi lo tahan?
Dara: Gitu deh. Kerjaan gue bagus, gue juga nggak terbeban sih, jalanin aja. Tapi gue nggak yakin ini hal yang bener-bener pengin gue lakukan, sepanjang hidup gue. Masalahnya, gue pun nggak tau pasti, apa passion gue! Kalo kayak si Farhan sih enak, dia udah tau passionnya mau jadi fotografer. Lah gue?
Modyaaar! Kenapa lagi nih si Dara. Setelah tragedi patah hati, kini dia asik ngoceh sendiri tentang kegelisahannya yang lain lagi. Farhan adalah salah satu tokoh di film 3 Idiots, tentang 3 mahasiswa institut teknik yang rock ‘n roll abis lah.
Sebenarnya film itu memang sarat akan kritik pada sistem pendidikan di India yang hanya mencetak lulusan dengan nilai akademis cemerlang, tanpa memperhatikan proses belajar yang mereka lalui. Setelah lulus, lalu kerja di perusahaan multinasional agar bergaji besar. Para orang tua dan dosen hanya melihat angka di atas kertas, tanpa mau tahu apakah anak-anak (didik) mereka benar-benar belajar sesuatu. Setiap bayi yang lahir pun, kalau cowok sudah disiapkan jalur pendidikannya menjadi insinyur, dan kalau cewek harus jadi dokter.
Sampai Rancho, sang tokoh utama yang nama lengkapnya Ranchoddas Shamaldas Chanchad, berusaha mendobrak kekakuan sistem yang ada di kampusnya, Rancho juga menyadarkan 2 sahabatnya, Raju dan Farhan untuk memilih jalan hidup dan profesi yang benar-benar sesuai dengan passion mereka.
Dara : Gue selama ini nurut aja gitu sama ortu gue. Harus belajar yang bener, biar masuk universitas negeri, trus lulus, kerja, S2, kerja lagi. Gue jalani aja semua tanpa banyak nanya. Emang profesi lo udah sesuai sama passion lo Bai?
Saya : Ngg… gini deh. Yang jelas gue emoh melakukan pekerjaan yang nggak gue sukai. Dulu pas lulus kuliah gue juga pernah kok ngelamar ke perusahaan multinasional, dan diterima. Saat yang bersamaan gue lagi magang di TV itu, yang gajinya cuma setengahnya.
Dara: Dan lo nggak milih yang perusahaan multinasional itu?
Saya: Lo tau sendiri gue pernah kerja dimana kan… Saat itu sih gue nggak mikir soal passion segala. Pake feeling aja. Kayaknya gue merasa lebih cocok di tempat ini, dari pada di perusahaan itu. Dan pilihan gue saat itu, gue yakin turut membuka jalan buat gue ngerjain yang sekarang gue kerjain.
Saya menambahkan, bahwa saya tidak merasa rugi sudah capek-capek kuliah 4 tahun tapi ilmunya nggak diterapkan langsung di profesi saya sekarang, apalagi ijasahnya. Toh saya sangat menikmati masa belajar di kampus luas yang dikelilingi hutan karet itu.
Sesudahnya Dara diam dan tampak sedikit gundah. Saya mengajaknya makan, dari pada pusing. Lalu kami pulang.
Malamnya, saya dan Dara ngobrol lagi. Dara bilang, meskipun dia belum tahu pasti passionnya apa, tapi dia akan terus mencari dan berjanji untuk mengikuti kata hatinya serta mencari kebahagiannya. Yup. It’s never too late, my friend.
Februari 16, 2010 pukul 9:03 am
jadi piinging nonton juga…
Februari 16, 2010 pukul 7:20 pm
buruan, mumpung masih main di bioskop. ga ada dvd (bajakan)nya lho!
Februari 15, 2010 pukul 10:12 am
Filmnya dihayati banget ya?!? Hati-hati nanti dihasut film! xixixiii… 😀
Februari 15, 2010 pukul 5:25 pm
hahaha… mudah2an sih dihasut ke hal yg positif