Saya membaca langsung buku ketiganya, Perang Bubat, karena di dorong rasa penasaran akan kisah perang ini dari sudut pandang Majapahit, dan berniat membandingkannya dengan kisah yang sama dari sudut pandang kerajaan Sunda Galuh. Awalnya saya hanya ingin tahu, bagaimana deskripsi perang di lapangan Bubat itu terjadi, berapa ratus pasukannya, apa kendaraan dan senjata mereka dan berapa lama perang berlangsung. Itu saja.
Ternyata cara penuturan novel ini begitu memikat hingga 441 halaman yang tersedia tanpa terasa habis dalam 2 hari saja. Dan sesudah membacanya, saya masih merasa kurang. Sebuah sensasi yang sangat jarang terjadi.
Maka saya pun mulai membaca dari novel pertamanya, Gajah Mada. Dan diluar dugaan saya, novel ini bahkan lebih menarik dari Perang Bubat. Langit Kresna menghidupkan sosok Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkaranya menjadi karakter yang berlaga di kepala saya, kemudian menjalin cerita yang memikat di antara tokohnya. Kisah multiplot tentang perjuangan seorang ksatria berpangkat bekel, yang masih terhitung rendahan, dijalin cantik dengan kisah cinta, pengkhianatan dan keserakahan menjadikan serial novel ini tak bisa saya lepaskan dari tangan sejak membaca paragraph pertama.
Adegan-adegan perang yang kolosal dan gelar pasukannya juga digambarkan dengan cukup jelas tapi tidak berlebihan. Apalagi di buku berikutnya ada sisipan denah kompleks istana Majapahit sehingga lebih mudah bagi pembacanya untuk merekonstruksi berbagai adegan dasyat di serial novel itu.
Langit Kresna juga memasukkan beberapa hal kecil yang cukup menggelitik, namun menjadi elemen penting. Misalnya, warga istana Majapahit belum mengenal cermin, sehingga para puteri Majapahit yang konon cantik itu menyimpan sebuah belanga berisi air di kamar mereka untuk berkaca saat berhias! Bayangkan jika Anda harus memakai mascara, eyeliner dan merapikan alis di depan genangan air dalam belanga… Kalau saya sih, nyerah deh! Pakai cermin saja susah…
Ini bukan buku teranyar yang saya baca, tapi yang paling menarik dalam setahun terakhir. Kalau Anda berniat mulai membaca novel ini, tidak perlu merasa terintimidasi deretan novel yang setebal ensiklopedi. Sebagaimana menikmati novel, biarkanlah dia menjadi lorong waktu yang membawa ada ke kehidupan istana Majapahit beratus-ratus tahun silam. Dan perlu juga diingat kalau serial ini adalah novel, bukan buku sejarah yang dapat dijadikan acuan untuk akurasinya.
Februari 9, 2011 pukul 4:03 pm
ada satu kerajaan yang mempunyai kaisar sekaligus panglima perang, dan kerajaan ini mempunyai 3 angkatan perang, dan kerajaan ini pernah ada dan hilang kembali. tank’s
Agustus 11, 2010 pukul 1:06 pm
mengingatkan saya akan Mushasi versi Indonesia nya :D. *mungkin lebih hebat*
Januari 27, 2010 pukul 8:02 am
di kamar msh banyak novel2 tebal belum terbaca, hehehe…
eh saya br tau loh klo di curipandang jg mengulas buku-buku, kirain ngomongin seleb melulu 😀
Januari 27, 2010 pukul 8:44 am
ini juga baru kok, lg pada bikin klub buku. diskusi buku pertama 6 Feb, Naked Traveler. mau ikut?