Posting ini terlahir setelah semalam datang ke pembukaan festival film South to South di Goethe Haus Jakarta, lalu dilanjutkan nonton 2 film, Anak-anak Lumpur dan The Age of Stupid.
Kedua film itu, terutama film dokumenter The Age of Stupid, membuat saya merenung memikirkan nasib bumi pertiwi. Intinya film itu menampilkan data dan analisa secara menarik namun mengkhawatirkan, bahwa bumi ini menderita akibat kebodohan dan ketidakpedulian manusia. Dan ini adalah film dokumenter ke sekian kali yang saya tonton dengan message serupa. Ujung-ujungnya saya bertanya pada diri sendiri, kalau saya bukan kepala negara yang bisa mengeluarkan regulasi pembatasan konsumsi BBM misalnya, maka sebagai individu apa yang bisa saya lakukan?
Seorang teman sudah memakai mobil hybrid yang seliter BBMnya bisa dipakai sampai 30 km! Mantap! Tapi buat saya mobil hybrid kan maharani bow… Jadi saya coret itu dari daftar prioritas, dan membuat daftar yang lebih realistis. Berikut cek list saya:
1. Sebisa mungkin menolak tas kresek dari supermarket dan bawa tas sendiri
2. Efisien dalam memakai air dan listrik di rumah, mematikan semua penerangan di rumah saat siang hari, dan membuka jendela lebar-lebar.
3. Menanam pohon di halaman yang cuma sejengkal. Lumayan, ntar mangganya bisa dirujak!! ihiy!
4. Menghindari membeli produk apapun dalam kemasan sachet (ugh,.. ini agak sulit)
5. Menghindari membeli produk disposable alias sekali pakai lalu buang, terutama untuk diapers alias popok Sabai kecil. Untunglah sejak lahir Sabai kecil memang saya pakaikan popok kain, karena begitulah yang diajarkan selama 3 hari kursus singkat perawatan bayi pasca melahirkan di RS itu.
Para suster yang galak tapi baik itu menekankan pentingnya 2 hal:
1. Memberi ASI
2. Memakaikan popok kain pada bayi
Loh kok? Itu urusan child care dong ya? Apa hubungannya sama bumi? Hmmm…
But come to think of it… mmm… coba bayangin.
Seandainya para ibu memberi bayinya susu formula, selama setahun saja sudah berapa kaleng susu, karton susu & alumunium foil bungkus susu bubuk yang dibeli lalu dibuang?
Banyaaak… kata teman yang memberi anaknya susu formula, seminggu dia habis 4 karton. Jadi sebulan 16 karton + alumunium foil. Selama dua tahun usia anak itu? Setumpuk karton daaaah… You do the math.
Nah, bayangkan seandainya semua bayi di muka bumi ini tiap hari pakai disposable diapers yang bahannya polymers dan velcro itu. New born babies sehari butuh 6 diapers x 30 hari = 180 diapers perbulan. Itu baru dari seorang bayi. Banyaaaak banget sampah diapers yang dihasilkan, padahal usia bayi itu baru sebulan. Lalu bulan-bulan berikut dalam hidupnya jumlah sampah diapersnya akan terus bertambah. Ditaksir ada 5 juta ton sampah tak terurai yang dibuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir, dan disposable diapers termasuk didalamnya.
Lalu ada berapa bayi di dunia? Berapa banyak disposable diapers yang dibuang sejak benda ini ditemukan 58 tahun lalu? Padahal satu diaper itu perlu waktu sampai puluhan tahun agar bisa terurai… ck ck ck… Bayangkan seandainya seluruh disposable diaper yang dibuang itu disusun berjajar, pasti seluruh permukaan bumi ini sudah tertutup popok!
Belum lagi resiko gatal dan ruam popok karena memakai disposable diaper. Sebuah penelitian menunjukkan 78% bayi pemakai disposable diapers mengalami ruam-ruam kemerahan. Popok disposable memakai Sodium polyacrylate, sebuah bahan kimia untuk membuat popok itu berdaya serap tinggi, tapi bisa menyebabkan reaksi alergi pada bayi.