Kata ‘keramas’ belakangan ini naik daun. Sebabnya apa lagi kalau bukan Suster Keramas, film yang diributkan MUI Samarinda dan banyak pihak lain, tapi tetap tidak ada yang serius untuk menariknya dari peredaran. Penasaran, maka malam minggu lalu saya nonton bareng segerombolan teman pria.
Film ini benar-benar rancu maunya horor atau komedi seks. Yang jelas, film ini sejak awal sampai akhir dipenuhi pemandangan sekwilda dan bupati, terutama oleh Rin Sakuragi, yang konon aktris JAV Jepang. Begitu Rin muncul, langsung berpose (ingat, pose ya, bukan adegan!) dengan bikini super mini warna kuning.
Selanjutnya, Rin selalu muncul mengenakan baju super minim atau malah topless sama sekali, meskipun shot-shotnya tidak pernah frontal dari depan. Agak miring lah, dari belakanglah, atau dari atas, tapi semua mengekspose kemulusan tubuh Rin.
Selain Rin ada tokoh yang namanya Jeng Dolly, diperankan entah oleh siapa nggak penting. Yang penting dia bersedia buka-bukaan poool… Jeng Dolly pake lingerie terus berpose-pose (sekali lagi pose, bukan adegan) menggoda sambil menyemprotkan selang air ke dadanya. Format lama? Bagi yang sering liat Lipstik, Pop dan tabloid syur lain, atau kalender 80an, pose ini entah sudah berapa juta kali dipakai.
Jalan cerita film jadi nggak peting, asal gambar-gambar seronok itu muncul respon penonton cukup riuh rendah. Saya antara sebel dan penasaran. Sebel jelas karena ini film kok mengeksploitasi kemulusan tubuh perempuan doang isinya… tapi masih penasaran karena ingin tahu, seberapa jauh mereka berani ‘bermain’ dalam film ini. Ternyata ya sampai buka-bukaan aja. Nggak ada adegan yang benar-benar panas.
Pada akhirnya film ini meninggalkan satu pertanyaan di kepala saya. Bukan soal si Suster keramas pakai sampo apa lho… Tapi bagaimana ya perasaan keluarga dan orang tua Rin Sakuragi serta jeng Dolly bila menyaksikan mereka beraksi panas dalam film ini?
Memang tubuh perempuan adalah sepenuhnya milik perempuan itu. Mau dipakai buat nyari uang, nyari popularitas atau dijaga kesehatannya agar bisa terus berkarya dan membahagiakan orang-orang yang dikasihi, semua terserah pemiliknya. Tapi tidak adakah sedikit saja keinginan untuk memuliakannya? Bukankah semua dimulai dari diri sendiri?
Review & obrolan ttg filmnya ada disini: http://tinyurl.com/ya33ftt